Judul : Sepotong Kata Maaf
Penulis : Yunisa KD
Penerbit : Grasindo
Tebal Buku : 304 Halaman
ISBN : 9786022511328
Rating : 1 dari 5
Blurb:
Ini adalah kisah nyata seorang gadis yang menolak untuk meminta maaf meskipun telah berulang kali diajukan permintaan resmi agar ia melakukannya. Dia meninggal 7 kali oleh pena seorang novelis. Itulah cara ringan untuk merangkum cerita ini.
Dalam dimensi yang berbeda, hidup memang seperti persamaan matematika: ada berbagai variabel dan konstanta. Kematian seorang gadis bermoto “Maaf tampaknya adalah kata tersulit” itulah sang konstanta.
***
Bermula dari kekesalan Dewi saat penandatanganan perjanjian pranikahnya dengan Jeremy, lalu mendapati sahabatnya yang "ganjen" bernama Lisa yang meminta foto bersama calon suaminya itu, membuat murka si calon pengantin perempuan.
Lalu, pernikahan Dewi dan Armand terjadi namun gereja tempat pernikahan mereka dibom. Si Jeremy, yang geniusnya tiada tara berhasil membuat chip yang bisa menembus lintas waktu untuk menyelamatkan orang-orang tidak berdosa itu.
Sudahlah, selebihnya saya tidak mengerti, hwahwahwahwa. *ditabok pakai sandal*
***
Tanggapan setelah baca novel ini (sebenarnya sudah lama, saya cuma mau repost tulisan dari goodreads saja karena satu lain alasan): "Akhirnya selesai jugaaa... tapi kok endingnya..."
Yeah begitulah. Hmmm, jadi saya akan menuliskan beberapa review tentang novel ini (mengandung spoiler, anda sudah diperingatkan). Pertama-tama, kenapa membeli buku ini, simpel saja, saya berminat karena royaltinya disumbangkan untuk PMI. Kedua, di sampul belakangnya ada disinggung tentang persamaan matematika (lalu ekspektasi saya, mungkin akan mendekati An Abundance of Katherine-nya John Green atau setidaknya setipe dengan itu). Namun ternyata tidak seperti yang saya duga sebelumnya. Ketiga, tokoh utamanya namanya Jeremy #heh, dan pas buka secara random ada tulisan tentang CIA yang asumsi saya, wah keren nih, tokohnya ada nyerempet-nyerempet CIA. Ah ternyata tidak seperti itu.
Ah ya, kenapa saya beri bintang satu itu bukan karena tidak bagus, tapi karena persepsi yang saya bangun dari awal sebelum baca novel ini nggak sejalan dan akhirnya, jauh panggang dari api. Bisa jadi karena yang disuguhkan tidak termasuk dalam kategori genre novel yang saya suka.
Pada bagian awal, persepsi saya masih masuk akal: ah, cerita romance, perbedaan dua sudut pandang laki-laki dan perempuan. Oke, menarik.
Lalu tiba-tiba tanpa tedeng aling-aling, si cowok bilang menciptakan chip buat menjelajah waktu. Persepsi saya langsung buyar. Ini sci-fi? Fiksi? Oh bukan. Malah yang ada seperti drama-drama Korea bergenre fantasi-romance (tapi yang ini terkesan dipaksakan).
Oke langsung ke catatan saja ya:
1. Kalau memang ingin me-real-kan cerita ini, karakter si Jeremy nggak cukup dengan hanya dikatakan bahwa dia seorang genius ahli Fisika saja. Harusnya cerita soal bagaimana time-turner itu dibuat musti disinggung sehingga (meskipun kita tahu bahwa cerita ini fiktif) masih bisa menumbulkan kesan dan upaya untuk membuatnya nyata meskipun hanya dalam cerita.
2. Saya terganggu banget dengan sisipan kutipan yang diberikan penulis di hampir setiap adegan. Terlalu memaksakan diri dan nggak real. Karena menghapalkan satu quote aja susah banget (kecuali ya kalau quotes itu sejenis peribahasa yang sudah kita pelajari dari SD dan terkenal sepenjuru negeri), apalagi selalu muncul seolah si tokoh adalah 'quotes berjalan'. Kalau misalnya tokohnya itu punya minat dengan hal tertentu (seperti Miles di Looking For Alaska-nya John Green yang terobsesi dengan kalimat terakhir orang terkenal) bisa menjadi masuk akal. Atau bahkan, jikalau pun si tokoh terobsesi dengan Albert Einstein, nggak juga dia menghapali setiap kata-kata bagus yang dimiliki Einstein. Jadi, yang--bisa jadi--kalimat-kalimat itu dimaksudkan untuk mengemas cerita menjadi menarik, atau membuat penulisnya terlihat "oye", justru bagi saya selaku pembaca itu mengganggu sekali.
3. Saya membaca sampai akhir dengan harapan, di bab terakhir semacam ada sinkronisasi yang berhubungan dengan perjalanan waktunya. Seperti perjalanan waktu yang dijalani Hermione dan Harry di buku HP 3. Namun ternyata, saya malah tambah bingung dan nggak ngerti :D
4. Kalau drama korea yang nggak masuk akal itu bisa dikemas dengan real, seharunya buku ini pun bisa kok seperti itu :)
5. Dari segi tulisannya pun banyak sekali missed dalam hal editing (sangat disayangkan sebenarnya). Dan juga, kebanyakan merepetisi kata 'dimensi' yang seharusnya bisa diganti dengan kata lain yang memiliki padananan arti yang sama.
Well, no hard feeling ya. Dan saya menyelesaikan buku yang nggak sesuai genre aja sudah alhamdulillah :D (beberapa novel malah nggak saya sentuh lagi setelah nggak cocok di bab-bab awal).
Ratingnya bikin kaget! Itu beneran hanya 1. Yah, sayang sekali ya padahal buku ini diterbitkan oleh penerbit yang sudah terkenal juga.Semoga ke depannya lebih selektif lagi memilih buku bacaan. hehe
ReplyDeleteIya kak =)) boleh cek di goodreads karena bukan hanya saya yang sepemahaman *membela diri* =))
DeleteIya bener. Akhir2 ini saya sering dapat buku bagus kok (rating 3-5) bahkan banyak kasih rating sempurna. Intinya memang kudu selektif memilih buku supaya nggak kecewa #eyah
Tapi saya nggak nyesal2 banget karena sudah ikutan nyumbang buat PMI =))))