Judul : Menanam Padi di Langit
Penulis : Puthut EA
Penerbit : EA Books
Tebal Buku : 313 Halaman
ISBN : 9789791794305
Rating : 3 dari 5
Mulanya saya mengira ini adalah sebuah novel..., ternyata bukan. Adalah sebuah petikan hasil wawancara dan riset yang disampaikan dengan gaya penulisan novel. Berkisah tentang tiga orang bernama Bob, Teddy, dan Toni, seniman muda Indonesia, dan bagaimana kiprah mereka dalam menghasilkan karya serta dikenal masyarakat luas.
Ketiga pemuda itu bertemu di ISI, Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Mereka berasal dari latar belakang yang berbeda, dan keputusan untuk berkuliah seni rupa mendapat tantangan dari keluarga mereka. Namun, pada akhirnya mereka pun menimba ilmu di tempat itu, dan berkarib di sana. Perjalanan mereka dalam hal berkesenian tidak hanya dipaparkan melalui sudut pandang mereka saja, namun di buku ini, secara luas dijelaskan tentang kiprah seni lukis di kancah lokal maupun nasional. Tidak hanya membahas dari sudut pandang sejarah seni saja, karena latar yang disajikan adalah era Soeharto, otomatis pengaruh politik kental tersaji di sini. Sudut pandang politis tentu saja memengaruhi kiprah mereka, apalagi saat rezim Soeharto berakhir. Semua kalangan mahasiswa muda berperan dalam penggulingan rezim, dan para seniman mengambil peran melalui seni.
Kehidupan tokoh-tokoh ini pun tak luput dari sorotan penulis, bagaimana kisah mereka mulai dari latar belakang keluarga, tabiat yang menurut orang 'luar' itu 'unik' (karena saya cukup jauh dengan dunia ini, jadi kehidupan seperti mabuk-mabukan, mengonsumsi obat-obat terlarang, kehidupan malam, seks bebas, adalah tabu, dan saya tidak memiliki gambaran sama sekali), dan kehidupan percintaan. Bagaimana mereka bersinggungan, bersisisan, dan bersama-sama menjalani kehidupan yang..., 'wah'.
Sebagai penikmat sejarah, apalagi sejarah di sini disampaikan menurut kacamata yang tidak biasa, yaitu melalui para seniman, saya cukup suka dengan kisah yang disampaikan. Menambah pengetahuan, tentu saja. Selain itu, dengan membaca buku ini juga cukup memperkaya wawasan saya tentang apa yang terjadi di lingkungan yang selama ini jauh dari kehidupan saya pribadi. Apalagi, gaya penulisannya yang dituturkan seperti penulisan novel, membuat sejarah yang berat menjadi cukup ringan, meskipun saya tidak hapal siapa-siapa saja tokoh yang diangkat oleh penulis (selain ketiga orang itu) dalam buku ini.
Dan satu hal lagi, seni berbicara dengan nyaring dan dengan bahasa yang lain saat suara dibungkam. Seni juga mampu memberikan kritik sosial dengan cara yang elegan. Seperti: saat lahan pertanian sudah tidak ada lagi, mungkin itu saatnya kita menanam padi di langit. Bagaimana bisa?
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete