Judul : Check In (To Your Heart)
Penulis : Shinta Yanirma
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal Buku : 216 Halaman
ISBN : 9786020325286
Rating : 2 dari 5
Blurb:
Meskipun yatim piatu, Hana tak pernah kesepian. Ia menganggap kolega di hotel bintang ima tempatnya bekerja dan relawan serta murid Sekolah Bambu sebagai keluarga.
Abe dikenal sebagai pebisnis yang misterius. Ia dipuja dan dibenci, juga selalu menolak untuk diwawancara.
Di puncak kariernya, Bagas memendam dalam-dalam luka lamanya yang belum sepenuhnya terobati.
Rangkaian peristiwa membuat pilihan hidup ketiganya saling menaut. Kejutan, kegembiraan, penolakan, pengkhianatan, dan kekecewaan datang silih berganti. Hingga tiba waktunya untuk memutuskan: pergi atau kembali.
Sampai akhirnya Hana bertanya, If only we weren’t fearful, would we be together by now?
***
Hana adalah seorang gadis 21 tahun yang bekerja di sebuah hotel bintang lima di Bandung. Sebagai seorang pegawai biasa, cukup mengejutkan kalau dirinya berteman akrab dengan Bagas, orang kedua jajaran tampuk kepemimpinan Hotel Pandawa. Bagas begitu kesepian karena kehidupan rumah tangganya berantakan.
Di lain pihak, ada Abe, seorang pebisnis yang berniat mengambil alih kepemilikan Hotel Pandawa. Baru saja membeli sekian persen saham di hotel tersebut, ia sudah berani membuat kebijakan yang mengejutkan para pegawai, salah satunya adalah dengan memangkas pegawai.
Secara mengejutkan, rupanya kemisteriusan Abe terjadi karena dia memiliki masa lalu yang suram. Tidak hanya masa lalunya yang gelap, tapi bisnis yang dikelolanya pun juga termasuk ke dalam lingkaran gelap. Abe dan organisasinya bekerja mengelola preman di Bandung, bisnis prostitusi terselubung, dan membantu pihak tertentu dalam memenangkan pilkada.
Seorang tokoh politik menggunakan jasa milik organisasi gelap Abe, dan dia, selaku orang yang punya nama berupaya untuk memenangkan tokoh tersebut. Dan kebetulan pula, Hana yang juga terlibat dalam Sekolah Bambu diminta bantuan serupa dalam kampanye pemenangan tokoh tersebut. Abe harus turun langsung untuk mendekati komunitas yang dikelola Hana tersebut. Dari sini mereka berkenalan.
Kedekatan Abe dan Hana membuat Bagas gerah (tapi ya dia gerah gitu aja sih, secara Abe kan bosnya dia). Di sisi lain, mantan istri Bagas kembali memunculkan diri.
Bagaimana kelanjutan kisah ini?
***
2 stars. Hmmm? Too much drama.
Mulanya saya memutuskan untuk membeli novel ini karena sedang ingin membaca Amore yang lovey dovey. Tertarik dengan blurb yang sepertinya akan membawa pembaca menikmati manisnya kisah ini. Tapi..., ternyata di luar ekspektasi.
Kisahnya terlalu klise, tapi sayang sekali menurut saya, cerita itu tidak dikembangkan dengan plot sebab-akibat yang kuat. Penjelasan satu dua paragraf tidak cukup untuk menjelaskan apa yang menjadi jalinan dalam plot utamanya.
Contohnya misalnya Hana, seorang gadis yang bekerja di hotel bintang lima, berasal dari kalangan bawah--yang memiliki jurang amat sangat lebar dengan orang kedua dalam jajaran tampuk pimpinan Hotel Pandawa. Meskipun Hana hanya menganggap Bagas sekadar teman, tapi si Bagas menganggap kebalikannya. Sebenarnya ini nggak ada masalah toh? Meskipun rasanya di dunia nyata kejadian ini langka. Taruhlah ada kisah serupa, San Chai dan Dao Ming Shi. Tapi, di serial Meteor Garden itu, tokoh San Chai digambarkan dengan kuat. Sehingga, ada alasan yang masuk akal kenapa sampai dua orang dari dua kasta sosial yang berbeda bisa jatuh cinta. (Oh well, meskipun saya percaya bahwa semua manusia di dunia ini berderajat sama, dan yang membedakannya hanyalah iman dan takwa #eya, tapi kan kita berbicara realita di sekeliling kita bagaimana.) Dan menurut saya, sosok Hana digambarkan kurang kuat untuk bisa dicintai oleh dua orang kalangan atas sekaligus. Apalagi, yang sirik Hana didekati sama manajer masa' cuma si Bunga doang?
Itu yang pertama. Nah, selanjutnya..., saya memang agak cerewet kalau menyangkut kelogisan yang digambarkan dalam plot cerita. Selain itu, saya juga suka kalau penulis cerita memberikan banyak "remah roti" dalam jalinan ceritanya. Itu akan membuat pembaca penasaran (kalau dia ngeh dengan spoiler terselubung itu), atau justru membuat pembaca dapat menjalin hubungan sebab-akibat dengan cerita saat sudah terkuak di belakang. Di sini, seperti yang saya katakan di atas, bahwa satu paragraf "sebab" tidak cukup untuk menjadi alasan bagi "akibat" yang ditanggung setelahnya. Contohnya apa ya, oh, yang tentang siapa anak siapa itu lho. Juga kesempatan kerja yang tiba-tiba datang setelah sebelumnya tanpa sengaja berpapasan ketemu dan berbagi kartu nama. (Dan sepertinya masih banyak yang begini juga cuma saya lupa.) Terlalu banyak kebetulan dan keberuntungan akan menciderai kelogisan jalan cerita, eh?
Lalu yang ke Manado, katanya mau mencari jawaban atas sesuatu, eh di sana malah..., sepertinya si Hana lupa sama pencarian itu.
Pada mulanya, sebenarnya saya cukup suka dengan cerita ini. Karena, tidak hanya disuguhkan dengan kisah percintaan saja, namun dengan memasukkan unsur profesi di dalamnya, membuat pembaca mendapatkan informasi atau gambaran seputar dunia perhotelan dan manajemennya. Ini menurut saya adalah sebuah poin plus. Namun ketika penulis mengambil wilayah politik dan organisasi terselubung (yang memang nyata ada di dunia ini) yang berkiprah bawah tanah untuk menghandle preman-preman, prostitusi, dll, membuat novel ini yang semula hanya mengambil cakupan sempit, jadi melebar. Dan ini menurut saya (nggak tahu bagi yang lain), jadi membuat ceritanya tidak terfokus, karena jadi banyak yang harus terbahas. Mungkin tujuannya untuk menjadikan latar yang kuat bagi salah satu tokohnya, namun karena terlalu banyak permasalahan yang diangkat, tidak terfokus dan akhirnya keteteran untuk memberikan penyelesaian yang baik di akhir cerita. Lagi pula, ini jadi membuat cerita ini semakin unreachable. Tidak tersentuh oleh pembaca. Plotnya seperti sinetron dan drama-drama korea. Bukan berarti drama korea tidak bagus (saya salah satu pencintanya), tapi drama korea menghabiskan belasan episode untuk menjalin kisahnya sehingga menjadikan plot hole yang ada tertutup semua. Namun, di buku ini, karena keterbatasan halaman, jadi masih menimbulkan tanya di benak saya yang belum terkesekusi sempurna.
Di medio menuju akhir, banyak loncat setting. Satu dua atau tiga paragraf menurut saya tidak mampu menjelaskan apa yang terjadi selama waktu yang ditinggalkan itu.
Untuk kesalahan penulisan sendiri, ada beberapa yang menjadi catatan bagi saya (nggak banyak yang saya ingat,, soalnya pas baca saya lagi kehilangan post-it buat nandain):
- Halaman 22, Eri di sana apakah maksudnya Pak Heri?
- Halaman 106: "kalaumu" mungkin maksudnya kalau kamu.
- Lupa di halaman berapa, ada penulisan "manapun" yang seharusnya "mana pun", "apa-pun" yang seharusnya "apa pun".
Overall, saya hanya bisa memberikan dua bintang, yang artinya saya cukup menikmati cerita di novel ini.
0 komentar:
Post a Comment