Judul : The Secret Life of Bees
Penulis : Sue Monk Kidd
Penerjemah : Endang Sulistyowati
Penerjemah : Endang Sulistyowati
Penerbit : Gagas Media
Tebal Buku : 428 Halaman
ISBN : 9789797806002
Rating : 4 dari 5
Blurb:
Kamu harus menemukan seorang ibu di dalam dirimu. Bahkan, kita semua sebaiknya melakukan hal itu. Sekalipun kita memiliki seorang ibu, kita tetap harus menemukan bagian ini di dalam diri kita sendiri.
Berlatar di Carolina Selatan pada musim panas tahun 1964, saat Undang-Undang Hak Sipil dan kerusuhan rasial tengah ramai dibicarakan. Di sebuah perkebunan persik, Lily Owens, gadis empat belas tahun, menghabiskan seluruh hidupnya untuk menghadapi ayah yang kejam dan pemarah sekaligus merindukan ibunya yang meninggal secara misterius ketika ia masih berusia empat tahun.
Setelah berhasil meloloskan Rosaleen—pengasuh kulit hitamnya yang dipukuli para rasialis ketika hendak pergi ke kota menggunakan hak suaranya—dari rumah sakit, Lily memutuskan kabur. Ia membawa lari Rosaleen ke Tiburon, nama kota di Carolina Selatan yang tertera di balik gambar Maria berkulit hitam milik mendiang ibunya.
Di kota yang menyimpan masa lalu ibunya inilah Lily bertemu tiga orang kakak-beradik eksentrik pemilik peternakan lebah. Kehidupan baru Lily pun dimulai. Ia tak hanya menemukan rumah yang hangat dan cinta yang tulus, tetapi juga kekuatan untuk berdamai dengan diri sendiri. Tak hanya itu, di sini pula Lily menemukan para ibu. Para perempuan yang tak melahirkannya, tetapi mengajarkan kepadanya bahwa ibu ada di diri setiap orang.
***
Lily merasa ayahnya, T. Ray, tidak pernah sedikit pun menyayanginya. Alih-alih mendapatkan kasih sayang, yang diterima Lily justru perlakuan tidak menyenangkan dari sang ayah. Malang bagi Lily, karena ibunya telah lama meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan tragis yang melibatkan dirinya saat ia masih balita. Dalam ingatan masa kecilnya, ia merasa bahwa dirinyalah yang membunuh sang ibu. Dan orang-orang di sekelilingnya tidak ada yang membantah atau menjelaskan apa yang terjadi saat itu sehingga anggapan bahwa dirinya pelaku peristiwa itulah yang tercetak dalam benaknya. Bahwa, Lily-lah yang melontarkan pelatuk pistol saat pertengkaran hebat terjadi antara kedua orangtuanya saat itu.
Ia dibesarkan oleh seorang pengasuh bernama Rosaleen, di perkebunan persik milik ayahnya. Meskipun Rosaleen berkulit hitam, namun Lily begitu menyayanginya hingga ia berandai-andai jika Rosaleen seorang kulit putih dan menikah dengan ayahnya, ia akan mendapati Rosaleen sebagai sosok sempurna pengganti ibunya. Saat itu, di tahun 1964 di South Carolina, diskriminasi terhadap kulit hitam sedang memanas. Suatu hari, undang-undang tentang diperbolehkannya kaum kulit hitam untuk mengikuti pemilu diberlakukan. Rosaleen, ingin mendaftarkan diri untuk memberikan suara pertamanya. Ia diam-diam ia meminta izin untuk pergi ke kota, dan Lily turut serta.
Dalam perjalanan itulah, terjadi sebuah peristiwa memilukan yang menimpa Rosaleen. Ia menghadapi masalah dengan orang-orang kulit putih yang menindasnya. Rosaleen dipukuli dan berakhir di penjara. Saat luka-lukanya diobati di rumah sakit itulah Lily melancarkan sebuah rencana melarikan diri dari rumah bersama Rosaleen. Perkataan T. Ray begitu terngiang dalam benaknya.
"Selama kau tinggal di bawah atapku, kau harus melakukan apa yang kuperintahkan!" teriak T. Ray
Kalau begitu, aku akan menemukan atap lain, pikirku. ---halaman 32
Mungkin aku sama seperti semprotan pestisida, yang diselamatkan dari hama atau hama yang akan terbunuh oleh semprotan pestisida, yang berkelana di muka bum mencoba melakukan penyelamatan sekaligus membawa kehancuran ke mana pun aku pergi. ---halaman 81
Dengan berbekal barang-barang milik ibunya yang ia temui di loteng, Lily memutuskan untuk pergi ke Tiburon. Dan masih atas petunjuk benda tersebutlah yang mengantarkan Lily dan Rosaleen ke sebuah rumah pemilik penangkaran lebah, sebuah keluarga unik yang namanya terdiri dari nama-nama bulan: August, sang wanita pemilik rumah, June adiknya yang memberikan perlakuan kurang menyenangkan, dan May, yang berkepribadian unik karena sering menyanyikan lagu 'Oh! Susanna' sebagai alarm bagi sekitarnya ketika ia mendengarkan cerita sedih atau menyakitkan.
Secara mengejutkan, Lily yang seorang kulit putih diterima dengan baik dan mendapatkan limpahan kasih sayang dari orang-orang asing berkulit berbeda dengannya. Ia bertemu dengan Zach, pemuda kulit hitam yang berlesung pipi dan rupawan, ia juga berkenalan dengan kelompok Putri-Putri Maria, sebuah komunitas yang digagas oleh August. Lily belajar banyak tentang kehidupan dari August.
"Kau tahu, ada sebagian hal yang tidaklah terlalu penting, Lily. Misalnya warna cat rumah. Seberapa besar pengaruhnya terhadap kehidupanmu? Tapi membuat orang senang--nah, itu baru penting. Masalahnya dengan orang adalah--"
"Mereka tidak tahu apa yang penting dan apa yang tidak."
"Aku hendak mengatakan, masalahnya adalah mereka tahu apa yang penting, tetapi mereka tidak memilihnya." ---halaman 197
Namun sayangnya, di pertemuan pertama mereka, Lily mengutarakan kebohongan tentang sebab-sebab keberadaan dirinya dan Rosaleen di sana demi keselamatan dan keamanan mereka. Seiring dengan berjalannya waktu, pada akhirnya kebohongan itu akan terbongkar, dan menyusul terkuaknya fakta-fakta yang berhubungan dengan hidup Lily lainnya. Bahkan, fakta lain yang berhasil mengguncangkan hidupnya, meruntuhkan semua asumsi dan anggapan yang selama ini dibangunnya.
***
"Kau tahu, Lily, orang bisa memulai dengan satu cara, dan pada saat hidup sudah menempanya, dia bisa berakhir dengan cara yang sepeuhnya berbeda." ---halaman 329
Bisa dibilang ini buku kedua yang saya baca yang mengangkat tentang diskriminasi terhadap kaum berkulit hitam di Amerika selain To Kill a Mockingbird yang bertema sama. Namun, di The Secret Life of Bees ini, tema friksi antara kaum kulit putih dengan kulit hitam lebih diangkat. Diwakili oleh Lily yang berkulit putih, namun ternyata ia justru mendapatkan limpahan kasih sayang dan "keluarga" oleh sebuah keluarga kulit hitam dalam pelariannya. Novel ini sungguh memberikan kesan yang dalam tentang kemanusiaan. Menyasar dengan tepat tentang permasalahan sosial yang sedang terjadi di masanya di mana diskriminasi terhadap orang-orang kulit hitam masih begitu terasa.
Penulis dengan apik "membalikkan keadaan" ketika menempatkan posisi Lily sebagai "minoritas" di antara keluarga kulit hitam yang begitu menyayanginya. Tidak hanya memberikan tempat tinggal, tapi juga sebuah keluarga dan perasaan dicintai yang tak pernah Lily dapatkan dari ayahnya. Penulis juga membawa emosi "jatuh cinta" di sini, yang membuat kisah ini menjadi berwarna. Juga tentang "patah hati". Bagaimana rasanya menjadi sosok yang tidak dicintai oleh ayahnya sendiri, juga oleh orang-orang yang begitu berarti dalam kehidupan Lily.
Namun, tidak hanya tentang itu saja yang diangkat oleh kisah ini. Ada cerita tentang trauma masa lalu dan kebiasaan aneh kakak-beradik May dan June. Ada kisah lebah dan bagaimana filosofi lebah dirajut menjadi satu dengan kisah yang disuguhkan. Dan juga, cerita tentang Black Madonna yang menjadi bagian dalam cerita ini.
Dalam buku setebal 428 halaman, kisahnya disajikan dengan begitu apik, mengalir dengan pelan namun tidak membosankan. Cara penulisan serta terjemahannya mendukung cerita ini, membuat pembaca tidak bisa melepaskannya begitu saja hingga titik terakhir. Kejutan di ending membuat hati siapa pun hancur karenanya. Sungguh, jadi ingin memeluk Lily dan mengatakan bahwa masih banyak orang-orang yang mencintainya di dunia ini.
Satu-satunya kekurangan yang ada di sini hanyalah banyaaak sekali kesalahan penulisan yang ada di novel ini, dan semakin ke belakang jadi semakin banyak. Membuat saya mengerutkan dahi dan tertawa getir berkali-kali. Sekali lagi harus saya katakan, gaya penulisan dan terjemahan, serta plot yang begitu kuat yang membuat saya tidak merasakan kekecewaan yang begitu berarti terhadap novel ini. Apalagi, di awal bab diberikan kutipan-kutipan seputar lebah yang menambah pengetahuan dan sinkron dengan yang dibahas di dalam babnya.
Pada akhirnya, sebuah penerimaan yang baik akan memberikan kehidupan yang lebih baik pula.
Penulis dengan apik "membalikkan keadaan" ketika menempatkan posisi Lily sebagai "minoritas" di antara keluarga kulit hitam yang begitu menyayanginya. Tidak hanya memberikan tempat tinggal, tapi juga sebuah keluarga dan perasaan dicintai yang tak pernah Lily dapatkan dari ayahnya. Penulis juga membawa emosi "jatuh cinta" di sini, yang membuat kisah ini menjadi berwarna. Juga tentang "patah hati". Bagaimana rasanya menjadi sosok yang tidak dicintai oleh ayahnya sendiri, juga oleh orang-orang yang begitu berarti dalam kehidupan Lily.
Ada satu hal yang bisa kukatakan: kata 'mustahil' adala satu kayu gelondongan besar yang dilemparkan ke api cinta. ---halaman 177
"Lily, aku lebih menyukaimu dibandingkan gadis lain yang pernah kukenal, tetapi kau harus mengerti, ada orang-orang yang akan membunuh pemuda sepertiku hanya karena menatap gadis sepertimu." ---halaman 179
Namun, tidak hanya tentang itu saja yang diangkat oleh kisah ini. Ada cerita tentang trauma masa lalu dan kebiasaan aneh kakak-beradik May dan June. Ada kisah lebah dan bagaimana filosofi lebah dirajut menjadi satu dengan kisah yang disuguhkan. Dan juga, cerita tentang Black Madonna yang menjadi bagian dalam cerita ini.
Dalam buku setebal 428 halaman, kisahnya disajikan dengan begitu apik, mengalir dengan pelan namun tidak membosankan. Cara penulisan serta terjemahannya mendukung cerita ini, membuat pembaca tidak bisa melepaskannya begitu saja hingga titik terakhir. Kejutan di ending membuat hati siapa pun hancur karenanya. Sungguh, jadi ingin memeluk Lily dan mengatakan bahwa masih banyak orang-orang yang mencintainya di dunia ini.
Satu-satunya kekurangan yang ada di sini hanyalah banyaaak sekali kesalahan penulisan yang ada di novel ini, dan semakin ke belakang jadi semakin banyak. Membuat saya mengerutkan dahi dan tertawa getir berkali-kali. Sekali lagi harus saya katakan, gaya penulisan dan terjemahan, serta plot yang begitu kuat yang membuat saya tidak merasakan kekecewaan yang begitu berarti terhadap novel ini. Apalagi, di awal bab diberikan kutipan-kutipan seputar lebah yang menambah pengetahuan dan sinkron dengan yang dibahas di dalam babnya.
Pada akhirnya, sebuah penerimaan yang baik akan memberikan kehidupan yang lebih baik pula.
"Bahwa tidak ada seorang pun yang sempurna. Bahwa kau hanya harus memejamkan matamu dan menghela napas, biarkan teka-teki hati manusia seperti apa adanya." ---halaman 377
Aku belum pernah baca novel tentang kemanusiaan. Tapi setelah baca review nya ternyata bagus juga. Hehehe. Ditambah 428 halaman, sangat menantang.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeletet: @MrsSiallagan
ReplyDeletesangat menyentuh. Tema cerita yang bercerita tuntutan keadilan dan kemanusiaan. pengen sekali membaca buku ini. Saya sangat tertarik untuk mengetahui lebih banyak lagi tentang si kulit hitam
Aku suka sama temanya, suka sama judulnya, tapi gk tahu bakal tahan baca di mood labil apa nggak.
ReplyDeleteKira-kira genre yang dominan buat buku ini apa kak Nis?
Pernah baca To Kill a Mockingbird nggak? Nah, cerita di sini mengambil tema yang sama. Genre apa ya, historical, dan mengangkat isu kemanusiaan.
DeletePernah baca To Kill a Mockingbird nggak? Nah, cerita di sini mengambil tema yang sama. Genre apa ya, historical, dan mengangkat isu kemanusiaan.
DeleteTema yang ini menarik. Menempatkan kaum dominan menjadi kaum minoritas
ReplyDeleteJuga mau yang ini hihi
Masalah rasis emang ga pernah abis, dari dulu sampe sekarang, masalah yang ga pernah ada ujungnya. Merasa heran dengan orang yang melakukan itu.
ReplyDeleteNama tokohnya lucu, May, June, August :D
Ko aku penasaran banget ya sama endingnya yang bikin hati ancur, apa lagi yang sebenarnya terjadi pada Lily setelah apa yang ia alami selama ini. Perlu makan baja juga ga kalo baca buku ini?