Judul : Kedai Bianglala
Penulis : Anggun Prameswari
Penerbit : Grasindo
Tebal Buku : 184 Halaman
ISBN : 9786022513643
Rating : 3 dari 5
"Kadang, kalau kamu terlalu rindu, tubuhmu akan tergerogoti rasa sedih yang luar biasa, lalu mati pelan-pelan." ---halaman 157
***
Mengejutkan ternyata sebagian besar cerita yang ada di buku ini pernah saya baca sebelumnya.
Perkenalan saya dengan penulis bermula ketika saya tahu bahwa penulis adalah pemenang salah satu lomba cerpen yang kebetulan saya ikuti (jangan tanya saya menang apa nggak, menang kok, menang, menangos kalau kata anak zaman sekarang hahaha). Dari sana, saya dapat alamat blog milik penulis. Ternyata, penulis memang suka membuat cerpen bahkan beberapa di antaranya dimuat entah di koran nasional atau majalah. Beberapa cerita melekat dengan kuat dalam ingatan saya, beberapa lagi memudar. Jadi, membaca kumpulan cerita ini bagi saya seolah bernostalgia sekaligus mengasah dan mengais ingatan yang ada di dalam kepala.
Cerita favorit yang sangat membekas dalam ingatan saya adalah Akad Nikah. Sewaktu kali pertama, saya merasa takjub dengan kemampuan penulis untuk mengangkat cerita dan plot di dalamnya. Keren sekali. Lalu, cerita kedua (cerpen yang jadi pemenang di lomba itu) adalah Mengecup Engkau. Momen pertama kali saya membaca (kala itu saya spesial memesan buku kumpulan cerita yang menjadi finalis dalam lomba itu. Otomatis, cerpen Mbak Anggun ini ada di dalamnya), ternyata memang cerita ini sangat layak jadi juara. Keren. Out of the box. Saat membaca ulang di buku ini pun, kesan itu tidak begitu saja lenyap. Cerita ini masih sama kerennya.
Di dalam kumpulan cerita dengan judul Melukis Bianglala ini, memang menyuguhkan banyak cerpen yang rata-rata berakhir tragis. Menyedihkan. Atau setidaknya itulah kesan yang coba dihimpun setelah membacanya. Saya jadi sedikit ketipu saat membaca blurb di cover belakangnya. Ekspektasi saya atau setidaknya apa yang saya pikirkan tentang "bianglala" adalah, kau disuguhkan dengan banyak gerbong yang akan membuatmu berputar 360 derajat. Kau akan menemukan manisnya cinta, getirnya kekecewaan, pahitnya kenyataan yang tidak sesuai harapan, indahnya sepotong kisah kehidupan. Kompleks. Sama seperti roda yang berputar dengan siklus konstan kadang di atas lalu ada satu waktu berada di bawah. Namun, secara keseluruhan, cerita di dalam buku ini mostly angst..., dark. Itu diibaratkan seperti kau naik bianglala, namun dalam siklus perputarannya, kau terlalu lama berhenti. Sehingga tidak ada perasaan gembira atau senang saat bianglala berputar menuju puncak, membiarkan kau sejenak menikmati indahnya pemandangan kota dari ketinggian. Yang ada, hanyalah kekhawatiran demi kekhawatiran. Ketakutan atau perasaan sejenis itu yang dominan dengan pahit. Apakah bianglala ini aman? Mengapa ia berhenti berputar terlalu lama? Adakah yang salah dengan bianglala ini? Adakah yang "salah" dengan buku ini?
Ya, begitulah yang dinamakan dengan ekspektasi. Kadang bisa mengacaukan sistem. Hahaha. Lantas, apakah ada yang salah dengan buku ini? Jawabannya tidak ada. Tapi, ya itu tadi, saya "terjebak" dengan penamaan "bianglala" yang dipakai sebagai judul yang mewakili keseluruhan kisah yang ada di dalamnya. Mungkin saya memang harus mengubah sudut pandang. Mungkin saya seharusnya tidak berada di satu gerbong bianglala yang berputar itu. Mungkin saya harus menganalogikan diri sebagai petugas pemeriksa karcisnya saja.
Empat bintang untuk beberapa cerpennya yang mengagumkan. Namun, untuk keseluruhan isi dalam kumpulan cerita ini, saya berpuas diri memberikan tiga bintang. Tiga masih berada di atas rata-rata, bukan? Karena memang buku ini bagus.
0 komentar:
Post a Comment