A Tale of Two Cities

Judul : A Tale of Two Cities
Penulis : Charles Dickens
Penerbit : Qanita
Tebal Buku : 496 Halaman
ISBN : 9786021637968
Rating : 5 dari 5




Blurb:


Seandainya hidup memberiku kesempatan, aku akan mengorbankan apa saja untukmu.

Inggris abad 17, Lucie Manette tinggal bersama sang ayah, Dokter Manette, mantan korban kekejaman bangsawan Perancis. Kecantikan dan kebaikan hati Lucie merebut hati Charles Darnay, bangsawan pelarian Perancis. Bak gayung bersambut, Lucie pun tertarik pada Charles. Sydney Carton, yang membantu pelarian Charles sebenarnya juga mencintai Lucie. Namun Sydney memilih memendam perasaannya karena dia sadar, dirinya yang serampangan tak pantas bersanding dengan Lucie.

Revolusi Perancis pecah dan Charles dipanggil pulang ke negaranya untuk menyelamatkan nyawa seorang teman. Tetapi, dia malah dijebloskan ke penjara, bahkan diancam hukuman mati gara-gara dosa masa lalu ayah dan pamannya. Demi Lucie, Dokter Manette melakukan segala upaya untuk membebaskan Charles dari Pisau Guillotine. Namun apakah pengaruh Dokter Manette saja cukup? Di saat-saat kritis, muncul pertolongan dari seseorang yang tak terduga. Pertolongan berlandaskan cinta.

***

Ada suatu kenyataan luar biasa yang patut direnungkan, yakni bahwa setiap manusia ialah rahasia dan misteri besar bagi sesamanya. Setiap kali kita masuk ke sebuah kota besar pada malam hari, bayangkanlah bahwa rumah-rumah yang berimpitan dalam kegelapan memiliki rahasianya masing-masing, tiap ruangan di dalamnya punya rahasia juga, dan tiap hati dalam dada penghuninya, menyimpan rahasia dari orang-orang terdekatnya! ---halaman 20

Sebuah pesan dapat mengubah alur hidup seseorang. Pesan tersebut juga dapat menyelamatkan seseorang yang telah bertahun-tahun hidup dalam jeruji penjara, menemukan kembali dirinya dengan anak yang bahkan tak pernah tahu tentang nasib ayahnya. Pesan itu mengubah hidup orang-orang di sekelilingnya pula. Dan pesan itu berbunyi: 'HIDUP KEMBALI.'

Mr. Lorry adalah si penerima pesan, seorang bankir dari Bank Tellson yang mendedikasikan hampir sepanjang hidupnya untuk urusan bisnis dalam pekerjaannya itu. Atas dasar urusan pekerjaan pula yang membawanya kembali pada urusan yang sama, berhadapan dengan orang yang pernah berada dalam penanganannya sekian tahun silam. Ia berada dalam perjalanan ke Paris, menuju cabang Bank Tellson untuk "menghidupkan kembali" sang tawanan politik bernama Dokter Mannate.

Belasan tahun sebelumnya, Mr. Lorry membawa seorang gadis kecil, Lucie Mannate, putri dari orang yang dijatuhi hukuman tersebut, ke Inggris. Menyelamatkannya dari prahara yang menimpa Paris saat itu. Dan kini, bersama gadis yang sama pula, ia kembali untuk menjemput sang ayah yang baru saja dikenalinya dan diketahui masih hidup itu. 

Keadaan Dokter Mannate begitu mengenaskan. Nasib buruk yang diterimanya di penjara membuatnya hilang ingatan. Ia hanya mengingat bahwa dirinya adalah seorang pembuat sepatu. Setiap kali ditanya siapa namanya, lelaki tua itu hanya menjawab dengan kalimat, "Seratus Lima, Menara Utara." Itu adalah nomor sel yang mengurung Dokter Mannate selama delapan belas tahun.

Lima tahun kemudian, sebuah persidangan digelar, dengan Lucie serta ayahnya yang menjadi saksi tentang seorang pemuda yang secara kebetulan berada dalam kapal yang sama ketika mereka meninggalkan Prancis waktu itu. Pemuda itu bernama Charles Darnay, dan ia dibebaskan karena pengakuan dari Lucie. Pengacaranya, bernama Mr. Stryker dan seorang pria lagi bernama Sydney Carton. Setelah peristiwa ini, hubungan di antara mereka terjalin hangat.

Dokter Darnay menunjukkan perubahan yang signifikan dalam hidupnya. Ia tidak lagi menjadi seorang pria tua menyedihkan yang hilang ingatan. Berkat kasih sayang yang diberikan Lucie, ia berangsur pulih. Sekarang ia menjalani kehidupan sebagai dokter dan terus menyibukkan diri agar kenangan seputar kesusahan yang dialaminya tidak lagi datang menghampiri. Namun begitu, ia tidak pernah mau terbuka pada siapa pun tentang apa yang dialaminya selama di penjara bertahun-tahun. 

Setiap orang punya rahsia yang disimpan di dalam hatinya, tidak terkecuali seorang Lucie. Gadis ini tumbuh menjadi wanita yang cantik dan menawan, penuh rasa kasih sayang, sehingga tak sedikit pemuda yang menaruh hati padanya. Namun, tidak ada yang tahu dengan pasti pada siapa Lucie melabuhkan hatinya.

Selalu ada rahasia di hati orang terdekat kita, seperti orang lain yang tidak kita kenal. Rahasia orang terdekat kita sangatlah halus dan rapuh, tetapi sulit untuk menyingkapnya. ---halaman 175

Charles Darnay meminta nasihat kepada Dokter Mannate, dan juga arahan tentang perasaannya itu kepada putrinya. Charles, yang juga menyimpan masa lalu dengan rapi, bahkan rela mengungkapkannya pada Dokter Mannate. Namun, sang Dokter mengatakan kalau ia boleh menceritakan kisah kelam itu di hari pernikahannya dengan putrinya saja. Di sisi lain, Sydney Carton mengungkapkan perasaannya langsung kepada Lucie, namun ditolaknya. Lucie memutuskan untuk menerima pinangan Charles alih-alih menerima Carton. Di saat mereka hendak menikah, ketika Charles menceritakan masa lalunya kepada Dokter Mannate, saat itulah sesuatu terjadi pada pria tua itu. Kejiwaannya kembali terguncang, dan aktivitas lama membuat sepatu kembali muncul, dan bahkan Dokter Mannate tidak mampu mengenali dirinya sendiri selain bahwa ia adalah si pembuat sepatu. Beruntung kejadian ini berlangsung saat Lucie dan Charles sedang berbulan madu sehingga peristiwa ini hanya disaksikan oleh Mr. Lorry dan Miss Pross, seorang wanita tua yang sudah bersama dengan Lucie sejak ia kecil.

Di tempat yang lain, Prancis, suasana memanas sejak rakyat diperlakukan dengan sewenang-wenang. Bibit-bibit pemberontakan muncul salah satunya adalah dari sebuah kedai anggur. Tuan dan Madame Defarge adalah pemilik kedai itu. Mulanya mereka orang-orang yang pernah bekerja dengan Monsieur Mannate, pernah menjadi orang yang melindunginya saat lelaki tua itu dibebaskan. Namun, tekanan yang terjadi pada sekitar mereka membuat bibit pemberontakan itu bersemi. Sang Nyonya Defarge, selalu terlihat dengan rajutan di tangannya saat sedang berada di kedai anggurnya.

Namun, sang perempuan perajut tetap tegak berdiri, merajut dengan pasti, seperti Takdir yang niscaya terjadi. Air mancur mengucur, sungai mengalir deras, siang bergulir menjadi malam, begitu banyak hdup manusia di kota itu telah berganti kematian, sebab sang Waktu tak pernah menunggu. Tikus-tikus kembali tidur berimpitan di lubang-lubang gelap, sementara pesta pora kembali gemerlap. Semua berjalan sesuai alurnya. ---halaman 146

Namun, kebahagiaan hidup tidak berjalan sebagaimana mestinya ketika surat dari seseorang yang dipercaya datang pada Charles, memohon bantuan. Surat itu membalikkan semua keadaan, bahwa ia tidak mungkin diam begitu saja ketika seseorang yang dipercayanya sedang dalam kesulitan. Segala sesuatu jadi memburuk, dan waktu terus bergulir hingga keputusan demi keputusan harus dibuat. 

Kendati kelam, masa depan tidak bisa diterka, dan dalam kekelaman itu masih ada ruang bagi harapan yang naif. ---halaman 329


***

Pada mulanya, saya mengira novel ini akan beralur dan terasa sama dengan beberapa novel klasik yang saya baca: linier, lambat, dan cenderung membosankan. Di halaman-halaman awal, mungkin ini khasnya novel klasik, pembaca disuguhkan deskripsi yang panjang, namun indah. Sebagai orang yang biasa dengan deskripsi panjang dan berbunga, rasanya tidak masalah bagi saya, dan saya lanjut membacanya meskipun, jujur saja, tidak begitu mengerti alur atau plot yang sedang terjadi. Namun, beberapa halaman selanjutnya, ketika tokoh-tokohnya satu per satu terbuka, novel ini memiliki magnet dan daya pikatnya tersendiri untuk saya baca dan baca lagi. 

Dari segi plot, saya juga lagi-lagi dikejutkan dengan cerita yang tidak hanya linier, namun di sini kaya sekali dengan plot sehingga pembaca tidak merasa bosan. Ketika membahas tentang satu tokoh, tidak selamanya cerita dari satu tokoh itu saja ditonjolkan, namun ada pula plot tokoh pendamping yang ternyata memiliki dampak di kemudian hari pada tokoh utama. Hubungan sebab-akibat terjalin dengan rapi dan dikemas secara cantik. Beberapa plot-twist tidak terduga berhasil membuat saya tercengang. Oh, ternyata, buku klasik memiliki plot rapi dan tak terduga juga, yang benar-benar..., tak terduga.

Selanjutnya saya mau bahas tentang penokohannya. Saya benar-benar mengapresiasi kemampuan penulis dalam merangkai dan menjalankan tokoh-tokohnya. Satu tokoh tidak muncul begitu saja namun memiliki jalinan cerita yang dijelaskan pada masa sebelum tokoh itu hadir. Lalu, tidak hanya tokoh utama yang memiliki panggung di sini. Tokoh sampingan pun juga diberikan tempat dan cerita mereka sendiri. Contohnya Jerry, dan cerita tentang keluarga Jerry yang dipaparkan di sini. Jerry adalah kuli panggul yang biasa diberikan pekerjaan oleh Mr Lorry untuk membantunya. Ia memiliki keluarga di mana ia selalu bersikap kasar kepada istrinya apalagi saat mengetahui bahwa istrinya tengah berdoa. Ia menganggap, kesialan yang menimpanya saat menjalani pekerjaan sampingan lainnya, itu disebabkan bahwa sang istri meminta kepada Tuhan agar menggagalkan usahanya tersebut.

Lalu ada cerita Miss Pross dan adiknya Solomon, di mana ia teramat sangat mengharapkan bahwa orang yang layak menjadi pendamping Lucie hanyalah adiknya seorang. Kisah suami istri Defarge juga menarik untuk disimak.

Saya angkat topi dengan kecerdasan dan kepiawaian penulis dalam mendeksripsikan sesuatu, misalnya:

Konon, beberapa bintang berada jauh sekali sehingga cahayanya belum sampai ke bumi kecil kita--sebuah titik di antaraiksa tempat kita menanggung segala derita. Dan dalam naungan gemintang nan abadi, bayang-bayang malam tampak besar dan hitam. ---halaman 65

atau

Seluruh keagungan dan kehinaan dunia berlangsung sekerlip cahaya bintang belaka. Dan sebagaimana pengetahuan manusia dapat memecah cahaya dan mempelajari warna-warna yang menyusunnya, orang-orang tertentu memiliki ketajaman untuk membaca pikiran, sikap, serta kebiasaan baik dan buruk setiap insan di bumi ini. ---halaman 228

Saya tidak tahu sejauh mana pengetahuan orang-orang zaman itu tentang perbintangan, atau sains. Tapi, membicarakan galaksi sebelum era Teleskop Hubble hadir di muka bumi, menurut saya ini sebuah nilai tambah yang membuat sebuah karya sastra ini semakin berkilauan. Ini sebuah apresiasi besar. Memang saya membaca novel ini edisi terjemahan. Jika kelebihan itu ada pada penerjemah, maka ini menambah nilai plus untuk itu, yang akan saya bahas sebentar lagi. Tapi, jika memang keindahan bahasa itu milik penulisnya, wow, it just, wow.

Tentang gaya penerjemahan yang diterbitkan oleh edisi Qanita ini, saya sungguh-sungguh dibuat kagum dengan pemilihan diksi yang jarang saya dengar. Ini baik sekali, karena membuat pembacanya dapat memperkaya diksi, sekaligus membenarkan pemakaian kata yang selama ini salah. Saya ada mencatat beberapa kosakata baru yang saya peroleh dari hasil membaca novel ini:

ganar/ga·nar/ a bingung; hilang akal

kerani/ke·ra·ni/ n pegawai yang mengurusi administrasi sederhana (misalnya mencatat, mengetik, menerima, dan mengirimkan surat); juru tulis; kelerek

gerisik/ge·ri·sik/ n tiruan bunyi daun kering bersentuhan

geletar/ge·le·tar/ v, menggeletar/meng·ge·le·tar/ v menggigil; gemetar; menggentar (bergentar); berdebar-debar (tentang hati)

galan/ga·lan/ a cak tahu sopan santun dan pandai bergaul (khusus untuk laki-laki)

lindap/lin·dap/ Mk a 1) redup; samar; (mulai) kabur; berkurang (tentang cahaya, panas, terang): karena kehabisan minyak, sinar lampu itu mulai --; 2) (mulai) padam: api sudah --; 3) mendung: langit semakin --; 4) kurang dapat ditangkap maknanya; kurang jelas: teriakannya -- ditelan lembah itu; 5) sejuk; teduh: marilah kita mencari tempat yang -- di antara pohon-pohon itu;

Keren. Ditambah lagi, cover buku ini yang benar-benar cantik. Saya tidak segan memberikan lima bintang untuk seluruh kemasan novel yang telah saya baca ini.


1 komentar:

Recent Quotes

"Suatu ketika, kehidupanmu lebih berkisar soal warisanmu kepada anak-anakmu, dibanding apa pun." ~ Dawai-Dawai Ajaib Frankie Presto

Setting

Indonesia (40) Amerika (17) Inggris (11) Jepang (5) Perancis (4) Norwegia (3) Spanyol (3) Belanda (2) Irlandia (2) Korea (2) Saudi Arabia (2) Yunani (2) Australia (1) Fiji (1) Italia (1) Mesir (1) Persia (1) Swedia (1) Switzerland (1) Uruguay (1) Yugoslavia (1)

Authors

Jostein Gaarder (7) Paulo Coelho (6) Mitch Albom (4) Sabrina Jeffries (4) Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie (4) Colleen Hoover (3) Ilana Tan (3) John Green (3) Prisca Primasari (3) Annisa Ihsani (2) Cecelia Ahern (2) John Grisham (2) Miranda Malonka (2) Seplia (2) Sibel Eraslan (2) Suarcani (2) Adara Kirana (1) Adityayoga & Zinnia (1) Ainun Nufus (1) Aiu Ahra (1) Akiyoshi Rikako (1) Alice Clayton (1) Alicia Lidwina (1) Anggun Prameswari (1) Anna Anderson (1) Asri Tahir (1) Astrid Zeng (1) Ayu Utami (1) Charles Dickens (1) Christina Tirta (1) David Levithan (1) Deasylawati (1) Dee Lestari (1) Desi Puspitasari (1) Dewi Kharisma Michellia (1) Dy Lunaly (1) Dya Ragil (1) Elvira Natali (1) Emily Bronte (1) Emma Grace (1) Erlin Natawiria (1) Esi Lahur (1) Fakhrisina Amalia (1) Ferdiriva Hamzah (1) Frances Hodgson Burnett (1) Fredrick Backman (1) G.R.R. Marten (1) Gina Gabrielle (1) Haqi Achmad (1) Harper Lee (1) Hendri F Isnaeni (1) Ifa Avianty (1) Ika Natassa (1) Ika Noorharini (1) Ika Vihara (1) Indah Hanaco (1) JK Rowling (1) James Dashner (1) John Steinbeck (1) Jonathan Stroud (1) Kang Abik (1) Katherine Rundell (1) Korrie Layun Rampan (1) Kristi Jo (1) Kyung Sook Shin (1) Lala Bohang (1) Laura Lee Guhrke (1) Lauren Myracle (1) Maggie Tiojakin (1) Marfuah Panji Astuti (1) Mario F Lawi (1) Mark Twain (1) Maureen Johnson (1) Mayang Aeni (1) Najib Mahfudz (1) Nicholas Sparks (1) Novellina (1) Okky Madasari (1) Orizuka (1) Peer Holm Jørgensen (1) Pelangi Tri Saki (1) Primadonna Angela (1) Puthut EA (1) Rachel Cohn (1) Rainbow Rowell (1) Ratih Kumala (1) Rio Haminoto. Gramata (1) Rio Johan (1) Shinta Yanirma (1) Silvarani (1) Sisimaya (1) Sue Monk Kidd (1) Sylvee Astri (1) Tasaro GK (1) Thomas Meehan (1) Tia Widiana (1) Trini (1) Vira Safitri (1) Voltaire (1) Winna Efendi (1) Yuni Tisna (1)