Paper Towns

Judul : Paper Towns
Pengarang : John Green
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 9786020308586
Tebal : 360 Halaman
Rating : 4 dari 5



Quentin Jacobsen atau Q, adalah seorang anak lelaki yang hidupnya bisa dibilang lurus dan monoton. Cita-citanya semasa kecil ingin jadi penemu, selalu hadir ke sekolah, tidak pernah membolos, selalu datang tepat waktu (yang dalam artiannya, dia selalu datang setengah jam dari waktu yang seharusnya), tidak menyukai prom, padahal senatero sekolah sedang hangat membicarakan tentang prom. Dia mempunyai dua orang teman, Ben, yang konyol, terobsesi dengan cewek-cewek cantik, namun karena olokan yang melekat padanya (pernah mengalami penyakit infeksi ginjal sehingga membuat dirinya pernah berdarah di sekolah) Bloody Ben, membuat cewek-cewek menjauhinya; dan Radar yang pintar, editor penting di Omnictionary, namun orangtuanya memiliki obsesi aneh, mengumpulkan segala macam repelika santa hitam di rumahnya. Sehingga, dia malu untuk mengajak cewek ke rumah. Namun kejutannya, di antara ketiga sahabat ini, yang memiliki pacar duluan justru si Radar.

Sementara Q sendiri, dia jatuh cinta dengan tetangganya sejak mereka kecil. Namanya Margo Roth Spielgeman, seorang gadis cantik, terkenal, namun misterius. Dulu saat mereka kecil, keduanya bersahabat, sering bermain bersama. Namun pada suatu hari, keduanya bertemu dengan mayat seorang lelaki, yang membuat Q trauma. Berbeda dengan Margo, rasa penasarannya membuat ia melakukan penyelidikan terhadap lelaki itu. Suatu malam Margo membuka jendela kamar Q dan melaporkan hasil temuannya, dan meminta Q untuk menyelidiki bersama. Namun apa yang dikatakan Q? Dia tidak ingin terlibat terlalu jauh lagi. Sejak saat itu Margo meninggalkan teman kecilnya itu.

"Margo menyukai misteri sejak dulu. Dan dalam semua hal yang terjadi setelahnya, aku tidak pernah bisa berhenti berpikir bahwa jangan-jangan lantaran terlampau menyukai misteri, dia pun menjadi misteri". (Halaman 15)

Margo tumbuh menjadi sosok yang bersinar. Sementara Q? Hanyalah cowok biasa saja yang hidupnya juga biasa-biasa saja. Tapi Q tetap mencintai Margo. Hingga pada suatu malam, Q dikejutkan dengan kedatangan Margo kembali dari jendela kamarnya. Wajahnya dicat hitam dan gadis itu juga mengenakan hoodie hitam. Dia meminta bantuan kepada Q. Jadi, malam itu, dengan mobil Q, mereka pun pergi untuk menjalankan sebelas misi yang sudah direncanakan oleh Margo.

Babak pertama, adalah ke Publix untuk berbelanja sesuai dengan daftar belanjaan Margo yang unik dan tidak biasa, di antaranya: lele, vaseline, veet, cat semprot. Lalu ke Wal-Mart untuk membeli The Club. Selanjutnya mereka ke rumah Becca, lebih tepatnya menemukan mobil Jase, mantan pacar Margo itu dua blok dari rumah Becca, mantan sahabat Margo yang mengkhiantinya dengan tidur sama pacarnya. Melakukan pembalasan dendam. Yang dilakukan Margo adalah memasang The Club di setir mobil Jase.

Babak kedua, mereka pergi ke rumah Becca. Q diminta Margo untuk menghubungi nomor telepon ayah Becca dan memberikan informasi bahwa putri mereka tengah bercinta dengan Jase di basement. Q dan Margo mengamati mereka, membawa teropong dan kamera digital untuk mengawasi apa yang akan terjadi selanjutnya. Jason Worthington keluar dengan telanjang dada dan hanya menggunakan kolor, dan ketika Q memotretnya, itu artinya mereka menyudahi babak ketiga.

Babak empat, mereka menuju ke basement, mengambil pakaian Jase siapa tahu dia bermaksud untuk kembali dan mengambil kembali pakaiannya. Lalu babak lima, meninggalkan ikan lele untuk Becca. dan dengan pesan yang tertulis: Persahabatanmu dengannya--kini terbaring bersama ikan. Margo menyembunyikan ikan tersebut di sela-sela lipatan celana pendek di lemari Becca. Dan sebagai penutup, ia menyemprotkan cat kaleng membentuk huruf M di dinding di atas meja, cara Margo untuk meninggalkan jejak petunjuknya.

Babak enam, adalah meletakkan bunga di undakan depan rumah Karin berikut permintaan maaf. Margo merasa perlu meminta maaf kepada temannya itu, yang awal mulanya menyampaikan informasi tentang Becca-Jase namun tidak dipercayainya.

Babak tujuh, meninggalkan ikan untuk Jase Worthington. Mereka pergi ke rumah Jase, dan sebuah pesan yang berbunyi: Cinta MS untukmu ini terbaring bersama ikan, juga memberikan tanda berupa huruf M dengan cat semprotnya. Babak delapan, mereka kembali ke Jefferson Park untuk menuju ke rumah Lacey Pemberton karena dia tidak memberitahu Margo tentang Jase. Margo meletakkan ikan terakhirnya, dengan pesan yang sama seperti yang ia sampaikan kepada Becca. Margo membobol mobilnya Lacey, lalu meletakkan ikan tersebut di sela-sela joknya. Dan begitu jok tersebut diturunkan, bisa dibayangkan bagaimana si ikan hancur di dalam sana. Tanda M juga diletakkan di atas mobil tersebut.

Babak sembilan, pusat kota. dan Margo mengajak Q ke SunTrust Building. "Kita harus memeriksa kemajuan pekerjaan kita. Dan tempat terbaik untuk melakukannya adalah dari puncak SunTrust Building.

Babak sepuluh, Margo mempersilakan Quentin untuk memilih korbannya. Quentin mengasumsikan, jika Margo adalah Jerman, maka dirinya Luksemburg. Namun pada kenyataannya Margo adalah Jerman, Inggris, Amerika, Kekaisaran Rusia yang punya banyak musuh karena mereka penting. Sementara dirinya, hanya duduk santai, mengurus domba, dan ber-yodel. Chuck Parson adalah orang yang dipilihnya karena dulu dia merusak kelas dansanya saat kelas enam. Mereka melumuri gagang pintu dengan Vaseline, lalu meletakkan Veet di salah satu alis anak lelaki itu sehingga alisnya yang satu rontok.

Dan babak sebelas, adalah membobol masuk ke SeaWorld. Dan mereka berdansa fox-trot, sebagai ganti dansa yang dulu tidak jadi dilakukan karena ulah Chuck Parson.

Sebelas misi mereka selesai, dan setelah membereskan sedikit kekacauan: mengisi kembali tangki bahan bakar mobil, mengelap bau lendir sisa ikan di jok belakang mobil, mereka akhirnya kembali lagi ke rumah masing-masing.

Dan hari mereka setelahnya tidak pernah lagi sama. Sejak itu Margo tidak pernah kelihatan lagi batang hidungnya. Beberapa hari kemudian ibunya memberitahukan bahwa Margo hilang, melarikan diri untuk kelima kalinya lagi. Orangtua Margo menyewa detektif untuk mencari keberadaan anaknya. Margo adalah orang yang suka meninggalkan jejak untuk dicari, petunjuk-petunjuk yang menyiratkan keberadaannya. Dan untuk pelariannya kali ini, Q merasa bahwa kepadanyalah petunjuk itu ditujukan. Poster Woody Guthrie baru yang ditempel di bagian belakang pintu kamar Margo, dan bersama kedua temannya, Q memecahkan petunjuk lain yang diberikan. Dari poster tersebut, membawanya kepada sebuah lagu yang berjudul 'Walt Whitman Niece', lalu ke buku puisi karya Walt Whitman yang berjudul Leaves of Grass dan menemukan beberapa kutipan yang ditandai dengan penanda biru pada puisi berjudul “Song of Myself”. Lalu mereka menemukan sebuah petunjuk di balik pintu, alamat yang dia yakini tempat Margo berada. Mereka pergi ke sana, sebuah toko tua yang sudah tidak berpenghuni lagi. Namun tidak ada gadis itu di sana, atau mungkin tepatnya, Margo pernah ke sana beberapa hari sebelumnya. Dari tempat itu, mereka menemukan sebuah peta yang dia tandai dan berakhir ke beberapa titik yang mengindikasikan bahwa itu adalah paper towns, atau kota fiktif yang dibuat para kartografer untuk menghindari pembajakan hasil karya cipta mereka.

Dan mereka menemukan kota tersebut. Q yakin sekali bahwa Margo ada di sana. Dengan kedua orang temannya, mereka merencanakan petualangan mencari Margo. Berita itu tersiar sehingga Lacey Pemberton yang mendengarnya, ingin ikut bersama. Gadis itu ingin membuktikan bahwa dia seorang teman, yang tidak termasuk seperti yang dibayangkan Margo kepadanya. Dan ternyata Angela, pacar Radar juga bergabung bersama mereka. Teman-temannya mau ikut dan membantu, tapi dengan syarat mereka akan kembali sebelum prom digelar. Mereka berpacu dengan waktu dan kecepatan, demi bisa sampai dan membawa pulang Margo kembali, sesaat sebelum prom.

Pada bagian ketiga buku ini, diceritakan bagaimana seru dan menegangkan perjalanan mereka. Apakah pada akhirnya mereka akan menemukan Margo di sana?

***


Selalu suka dengan karya-karya John Green, dan yang ini, lebih suka dibandingkan Looking For Alaska. Hm kenapa ya, mungkin karena penulisnya tidak hanya sekadar membuat cerita tapi juga memberikan banyak pesan terselip di dalamnya.

Menyelipkan klimaks cerita bagian awal di sampul halamn paling depan, tapi tetap membuat penasaran dan terus baca saja. Margo Spiegelman membuat Quentin keluar dari kotaknya dengan segala rencana gila yang disusunnya di sisi lain dirinya yang seorang terkenal di sekolah, populer dengan segala atribut yang melekat pada anak famous-nya SMA. Q, dengan sisi persahabatan antar-bro yang menarik (bisa jadi tambahan referensi yang punya chara cowok #tetep), dan disuguhkan pula bagaimana petualangan mereka mencari Margo yang hilang.

Di ending, well, meskipun upayanya menemukan Margo bisa dibilang tidak mudah, ternyata ... yah kita diajarkan untuk menikmati proses dan, di balik itu semua banyak hikmah yang terkandung di dalamnya.

Intinya, nggak sia-sia baca bukunya John Green. Banyak nilai-nilai yang disusupkan di sana.

2 komentar:

Recent Quotes

"Suatu ketika, kehidupanmu lebih berkisar soal warisanmu kepada anak-anakmu, dibanding apa pun." ~ Dawai-Dawai Ajaib Frankie Presto

Setting

Indonesia (40) Amerika (17) Inggris (11) Jepang (5) Perancis (4) Norwegia (3) Spanyol (3) Belanda (2) Irlandia (2) Korea (2) Saudi Arabia (2) Yunani (2) Australia (1) Fiji (1) Italia (1) Mesir (1) Persia (1) Swedia (1) Switzerland (1) Uruguay (1) Yugoslavia (1)

Authors

Jostein Gaarder (7) Paulo Coelho (6) Mitch Albom (4) Sabrina Jeffries (4) Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie (4) Colleen Hoover (3) Ilana Tan (3) John Green (3) Prisca Primasari (3) Annisa Ihsani (2) Cecelia Ahern (2) John Grisham (2) Miranda Malonka (2) Seplia (2) Sibel Eraslan (2) Suarcani (2) Adara Kirana (1) Adityayoga & Zinnia (1) Ainun Nufus (1) Aiu Ahra (1) Akiyoshi Rikako (1) Alice Clayton (1) Alicia Lidwina (1) Anggun Prameswari (1) Anna Anderson (1) Asri Tahir (1) Astrid Zeng (1) Ayu Utami (1) Charles Dickens (1) Christina Tirta (1) David Levithan (1) Deasylawati (1) Dee Lestari (1) Desi Puspitasari (1) Dewi Kharisma Michellia (1) Dy Lunaly (1) Dya Ragil (1) Elvira Natali (1) Emily Bronte (1) Emma Grace (1) Erlin Natawiria (1) Esi Lahur (1) Fakhrisina Amalia (1) Ferdiriva Hamzah (1) Frances Hodgson Burnett (1) Fredrick Backman (1) G.R.R. Marten (1) Gina Gabrielle (1) Haqi Achmad (1) Harper Lee (1) Hendri F Isnaeni (1) Ifa Avianty (1) Ika Natassa (1) Ika Noorharini (1) Ika Vihara (1) Indah Hanaco (1) JK Rowling (1) James Dashner (1) John Steinbeck (1) Jonathan Stroud (1) Kang Abik (1) Katherine Rundell (1) Korrie Layun Rampan (1) Kristi Jo (1) Kyung Sook Shin (1) Lala Bohang (1) Laura Lee Guhrke (1) Lauren Myracle (1) Maggie Tiojakin (1) Marfuah Panji Astuti (1) Mario F Lawi (1) Mark Twain (1) Maureen Johnson (1) Mayang Aeni (1) Najib Mahfudz (1) Nicholas Sparks (1) Novellina (1) Okky Madasari (1) Orizuka (1) Peer Holm Jørgensen (1) Pelangi Tri Saki (1) Primadonna Angela (1) Puthut EA (1) Rachel Cohn (1) Rainbow Rowell (1) Ratih Kumala (1) Rio Haminoto. Gramata (1) Rio Johan (1) Shinta Yanirma (1) Silvarani (1) Sisimaya (1) Sue Monk Kidd (1) Sylvee Astri (1) Tasaro GK (1) Thomas Meehan (1) Tia Widiana (1) Trini (1) Vira Safitri (1) Voltaire (1) Winna Efendi (1) Yuni Tisna (1)