Aisyah (ra), Wanita yang Hadir dalam Mimpi Rasulullah

Judul : Aisyah (ra), Wanita yang Hadir dalam Mimpi Rasulullah
Penulis : Sibel Eraslan
Penerjemah : Akhmaad Nur Ikhwan Taqwim
Penerbit : Kaysa Media
ISBN : 9789791479899
Tebal Buku : 438 Halaman
Rating : 5 dari 5


Untuk mengetahui hakikat cinta
perlu pengorbanan untuk siap tak kembali dari perjalanan sengsara ini
teman kalian telah mengajarkan pada kita
Jangan bersedih sebab keinginannya telah terwujud
Dia bukan pengembara lagi, melainkan jalan itu sendiri
Diam adalah obat cinta
Sabar adalah para tentara pemberani kerinduan
Perjalanan cinta ini takkan bisa dilalui tanpa memakai baju api pengorbanan…
(Halaman 129)

Aisyah adalah ummul mukminin, ibunya kaum mukmin. Aisyah adalah putri Abu Bakar Ash Shiddiq, termasuk salah satu dari orang-orang yang pertama kali masuk Islam. Dalam kisah ini, dicertakan melalui lima fase, lima waktu Aisyah yang dirangkum dengan judul lima waktu shalat. Merupakan fase kehidupan seorang Humaira, dari dirinya masih kecil hingga fase setelah Rasulullah wafat. Kisah ini diceritakan dalam sudut pandang orang pertama, penulis berupaya merangkum segala informasi yang dimiliki mengenai biografi Aisyah lalu menceritakannya kembali sehingga membuat pembacanya begitu dekat dengan sosok ibunda Aisyah.

Subuh
Subuhnya Aisyah adalah masa di mana Aisyah kecil. Abu Bakar adalah orang terpandang oleh kaumnya, dan Aisyah sangat mencintai ayahnya. Keluarganya menunggu kepulangan ayahnya dari perjalanan dagang dengan harapan yang berbeda-beda. Bagi Aisyah, bagian yang ia dapat dari perjalanan ayahnya adalah kehangatan dan kenyataan. Baginya, sang ayah adalah dunia, seluruhnya untuknya. Aisyah kecil lantas menceritakan bagaimana keadaannya kepada ayahnya. Lantas Aisyah menceritakan bagaimana keadaan Mekah selama ditinggalkan Abu Bakar, dan ia juga menceritakan pada ayahnya bahwa dia sudah mengalahkan teman-temannya dalam permainan semut bersayap. Aisyah pun senang diceritakan dongeng oleh ayahnya.

Masa kecil Aisyah juga adalah masa di mana risalah kerasulan diemban oleh Muhammad SAW. Abu Bakar mendengar hal tersebut dan langsung menyatakan keIslamannya. Abu Bakar menjadi orang kedua yang berislam setelah Khadijah istri Rasulullah. Seluruh keluarganya mengikuti jejak ini kecuali kakek Aisyah yang bernama Abu Khuafa.

Aisyah memiliki seorang kakak perempuan sekaligus sahabatnya, Asma. Asma seorang yang bersifat keibuan bahkan sebelum ia menjadi ibu. Dengannya, Aisyah merasa memiliki dua orang ibu selain Ummu Ruman ibu kandungnya. Ia seperti perahu yang dilindungi oleh dua pelabuhan. Asma adalah simbol pengertian, kesempurnaan, kelembutan, dan kewibawaan. Di dalam buku ini, saya jadi tahu bahwa Asma adalah kakak tirinya Aisyah, buah pernikahan ayahnya dengan istri terdahulu. Asma adalah teman, Asma adalah Sahabat baginya yang di mana ia berbagi ilmu maupun pengetahuan kepadanya.

Zuhur
Zuhur adalah waktu siang, waktu di mana cobaan dan ujian, serta bukti-bukti kebenaran akan muncul. Sebelumnya, rumah Aisyah ramai dikunjungi oleh tamu yang bahagia, namun saat mereka memeluk Islam, tamu yang datang adalah orang-orang yang menghadapi berbagai kesulitan. Mereka meninggalkan hal-hal yang berbau kemegahan dan hidup dengan sederhana. Ayahnya mengerahkan segala upaya untuk membebaskan budak-budak yang menyatakan keIslamannya dan mendapat siksaan dari tuannya. Salah satunya adalah Bilal. Bilal tidaklah lagi seorang budak, Abu Bakar telah berkali-kali berusaha menyelamatkannya. Bilal beserta teman-temannya yang bernasib sama menjadi tamu terhormat di kediaman Abu Bakar. Rumah mereka berubah menjadi rumah penyembuhan di mana Aisyah dan Asma berlaku seperti seorang perawat.

Ada lima jenis kegelapan wahai Aisyahku,” ucap ayah suatu hari. “Jika kau terlalu cinta dan terikat pada dunia, masalah itu layaknya kegelapan malam. Kehambaan dan ketakwaanmu semoga menjadi lilin yang menerangi kegelapan,, wahai Humaira. Jika kau nyalakan lilin dengan bertobat, kau akan selamat dari siksaan dosa, wahai Putriku.

“Aisyah, kubur pun akan menjadi kegelapan. Kita perlu persiapan untuk menghadapinya. Mengucapkan kalimat syahadat adalah cahaya terang kubur, lilin kubur, wahai Putriku.


“Akhirat juga merupakan kegelapan yang tiada tara. Hanya dengan amal baik kau akan bisa menerangi alan itu. Pun dengan jembatan Shiratal Mustaqim, Aisyah. Jalan itu hanya bisa diterangi dengan iman yang mantap.”


Abu Bakar menjadi saksi sekaligus orang yang berada dalam barisan depan pendukung Rasulullah. Ia mengerahkan segala upaya untuk membesarkan agama ini. Suatu hari ketika ia bersama Rasulullah dipukuli hingga pingsan oleh kaum musyrikin, ketika sadar yang dipinta terlebih dahulu adalah mengetahui bagaimana keadaan Rasulullah. Masa awal-awal penyebaran Islam benar-benar masa di mana banyak sekali cobaan yang menimpa mereka. 

Lalu peristiwa itu terjadi, di mana Rasulullah mempersunting Aisyah pada usianya yang keenam belas tahun. Dikatakan bahwa Aisyah adalah seseorang yang diperlihatkan dalam mimpi. Beberapa waktu setelah pernikahan itu terjadi, Aisyah tentu berharap bahwa hari-hari kesedihan akan berakhir. Beberapa utusan telah memberitahukan bahwa kaum muslimin yang hijrah ke Madinah sudah sampai dan yang lainnya menunggu kapankah perintah Allah akan turun kepada yang lainnya.

Dan hari hijrah itu pun tiba. Rasulullah datang ke kediaman Abu Bakar dan menyampaikan sebuah berita penting. Mereka harus segera pergi ke Madinah, dan untuk mengecoh makar kaum musyrikin yang akan membunuh Muhammad, dijalankanlah sebuah siasat. Ali akan menggantikan Rasulullah di kamarnya sementara Rasulullah pergi berhijrah bersama Abu Bakar. 


Ashar
Hari-hari ashar adalah masa di mana di mana dakwah mulai berkembang, perkembangan Islam pada periode Madinah, turunnya perintah puasa, dan banyak lagi momen penting yang diceritakan pada bagian ini. Masa ashar juga waktunya di mana dibangunnya penguatan Islam sebagai basis pemerintahan, melawan pemberontakan. Beberapa peperangan yang dilalui umat muslim di antaranya perang badar--di mana kaum muslimin kalah jauh dari kuantitas namun berhasil meraih kemenangan di sini, perang uhud--di mana saat-saat ditimpanya ujian bagi kaum muslimin, kekalahan karena kelalaian dalam menaati komando, dan juga banyaknya orang-orang yang dicintai Rasulullah yang syahid dalam perang ini, juga perang khandaq.

Namun selain itu, hubungan pernikahan Rasulullah dengan Ibunda Aisyah di bagian ini diceritakan dengan begitu romantis. Bagaimana sosok Aisyah yang pencemburu menghiasi kehidupan rumah tangga mereka. Tentang hubungan para istri-istri Rasulullah pun disajikan dengan begitu manis. Juga, tentang peran Aisyah yang cerdas, kritis, terutama banyak sekali terlontar pertanyaan seputar Islam maupun ajaran yang disampaikan Rasulullah pada ummatnya. Seperti misalnya saya tulis dalam cuplikan di bawah ini.

Rasulullah tak pernah marah dengan pertanyaan-pertanyaanku maupun rasa ingin tahuku yang tak ada akhirnya.

“Ada satu hal yang aku ingin tahu ya Rasulullah…?”

“Apa itu Aisyah…?”

“Apa arti ayat ‘yaitu pada hari ketika bumi diganti dengan bumi lain dan demikian pula langit, dan mereka semuanya berkumpul menghadap kehadirat Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa’. Begitu firman Allah dalam sebuah ayat al-Quran. Jika muka bumi dan langit tak akan sama dengan yang sekarang… pada hari itu di manakah manusia akan dikumpulkan?”

Rasulullah mengungkapkan kegembiraannya karena tak seorang pun yang bertanya seperti pertanyaan ini kepadanya sampai saat ini.

“Ya Aisyah… di hari itu manusia akan berada di Shirat…”

Aku mulai menangis. Rasulullah langsung bertanya apa yang terjadi pada diriku.

”Aku memikirkan akhirat. Apakah di hari-hari itu engkau masih akan ingat kepadat Ahli Bait dan keluargamu?”

Seketika itu wajahnya berubah serius. Rasulullah memberikan jawaban seakan-akan dia berada di momen itu.

“Aku bersumpah kepada Rabb-ku ada tiga keadaan yang seseorang tak bisa mengingat satu sama lain. Pertama, ketika amal-amal ibadah ditimbang, tanpa mengetahui apakah pahala atau dosa yang lebih berat. Kedua, ketika catatan amal dibagikan, tanpa mengetahui dari arah kanan atau kiri catatan itu dibagikan. Ketika, di jemabatan Shirat sampai ia melewatinya. Di tiga tempat itu manusia takkan kenal satu sama lain…”

Tangisku pun semakin bertambah keras mendengar jawaban itu. Rasulullah membelai rambutku lembut penuh kasih sayang.

Ketika Rasulullah terus membahas mengenai betapa sulit hari perhitungan, aku bertanya penasaran, “Ya Rasulullah, apakah Allah juga berfirman mengenai orang-orang yang dimudahkan di hari perhitungan?”

“Itu berhubungan dengan yang ditawarkan, bukan soal perhitungan. Yang hitungan amalannya sedikit, ia akan musnah…”


Atau di sini juga, ketika Rasulullah menjelaskan tentang kandungan surah At-Tahrim:

Suatu hari Rasulullah SAW ditanyai mengenai hak-hak anak dari seorang ayah. Beliau mengutip surah at-Tahrim ayat 6. “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api nearaka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” Beliau melanjutkan, “Hak-hak seorang anak dari ayahnya aialah mengajari menulis dan membaca, berenang, dan memanah.”

Di suatu waktu yang berbeda Beliau berkata, “Hak seorang anak dari ayahnya ialah memberi nama yang bagus, mendidik adat, dan sopan santun. Ketika sudah balig, menikahkannya dan mengajarinya membaca Kitab.”

“Kalian semua adalah penggembala,” ucapnya kepda orang-orang. “Kalian bertanggung jawab atas apa yang kalian gembalakan.”


Sebagai seorang wanita, tentu Aisyah ingin sekali merasakan menjadi seorang ibu. Suatu hari ia menceritakan keinginannya tersebut dengan harapan bahwa Rasulullah akan mendoakannya. Namun, Rasulullah mengucapkan kalimat untuk membesarkan hati Aisyah bahwa Aisyah sudahlah menjadi seorang ummul mukminin, ibunya kaum mukmin dan muslim.

Maghrib
Kita sudah sampai di fase maghrib, di mana kaum muslimin di Madinah semakin menguat. Kelompok-kelompok muslim yang berada di wilayah lain juga menginginkan adanya seorang pemimpin. Pemerintahan Islam berpusat di Madinah dan perlahan meluas ke seluruh wilayah sekitarnya. Rasulullah juga mengutus sahabat-sahabatnya untuk melakukan ekspansi dan melaksanakan misi dakwah penyebaran Islam. Peristiwa yang penting lainnya di fase ini adalah ibadah haji wada' yang dilaksanakan oleh Rasulullah. Dengan kurang lebih seratus ribu orang banyaknya mereka pergi ke Mekah untuk melaksanakan ibadah haji. Di sini Rasulullah membacakan khutbahnya.

Salah satu bagian yang sangat menarik bagi saya adalah pada bagian yang menceritakan mengenai istri-istri Rasulullah. Di sana saya cukup mendapatkan informasi tentang bagaimana para ummul mukminin berinteraksi dengan segala kelebihan dan kekurangan mereka. Perlu diberitahukan sebelumnya, bahwa Rasulullah menikahi banyak wanita tidak hanya sesuatu yang bersifat duniawi semata, melainkan ada misi dalam upaya penyebaran agama Islam di sana, juga untuk menyelamatkan harkat dan martabat perempuan juga. Saya akan coba bahas satu per satu:

  • Khadijah al-Kubra
Khadijah adalah orang yang paling disayangi dan dicintai oleh Rasulullah. Khadijah orang pertama yang menyatakan keIslamannya, dan dari Khadijah pulalah garis keturunan Rasulullah berlanjut. Bahkan setelah wafat, Rasulullah terus saja memuji kebaikan hati Khadijah sehingga terkadang membuat Aisyah cemburu. Rasulullah mencintai teman-teman Khadijah dan tetap menyambung silaturahim dengan mereka. Di hari penaklukan Mekah, Rasulullah mengistirahatkan pasukannya di tempat yang tidak mereka kenal. Dan ternyata, itu adalah tempat peristirahatan terakhir Ibunda Khadijah. Khadijah merupakan Mekah bagi Rasulullah.
  • Saudah binti Zam'ah
Saudah adalah istri kedua Rasulullah yang ia nikahi sepeninggal Khadijah. Saudah dikenal sebagai istri Rasulullah yang berakhlak sangat baik, akhlaknya cerdas, dan bersifat keibuan. Dia sangat mencintai Aisyah, memahami sikap kekanak-kanakannya serta kurangnya pengalaman Aisyah. Saudah bahkan sering memberikan haknya untuk Aisyah.
  • Hafshah binti Umar
Hafshah adalah putri Umar bin Khathab. Setelah suaminya syahid, dia menikah dengan Rasulullah. Hafshah tumbuh di lingkungan dengan akhlak yang baik. Rasulullah menugaskan Syifa binti Abdullah untuk membantu Hafshah belajar seperti menulis dan membaca. Aisyah dan Hafshah adalah sahabat dekat, bahkan di antara istri-istri Rasulullah merekalah yang paling kompak. 
  • Zainab binti Khuzaymah
Secara umur, Zainab lebih tua dari Aisyah. Dia sudah dalam keadaan sakit ketika menikah dengan Rasulullah. Dia mendapat kehormatan untuk menjadi istri Rasulullah kurang lebih selama dua bulan.
  • Ummu Salamah
Ummu Salamah adalah wanita yang suaminya meninggal dunia. Dia ikut dalam hijrah ke Habasyah (Etiopia), melewati berbagai macam rintangan. Ummu Salamah merupakan wanita dengan kepintaran, kecerdasan, dan kesucian yang dikagumi oleh Aisyah.
  • Juwayriah binti Harits
Juwayriah adalah putri Harits bin Abi Dirar, pemimpin Bani Mustaliq. Juwayriah merupakan salah satu tawanan perang muraisi'. Dia menjadi janda ketika suaminya terbunuh dalam perang. Ia bermaksud untuk melakukan perjanjian bahwa apabila ia bisa menebus dirinya, maka dia akan mendapatkan kebebasan. Tapi dia tidak memiliki sesuatu pun untuk membayar tebusan tersebut karena harta kekayaannya telah ditahan. Dia datang ke rumah Rasulullah dan meminta bantuan. Lalu Rasulullah memutuskan untuk melakukan pembayaran tebusan dengan menikahinya. Keputusan Rasulullah ini bukan didasarkan oleh nafsu, melainkan karena hubungan dilomatik yang bisa dibangun dengan perantara wanita yang akan beliau nikahi. Benar saya, Juwayriah menjadi perantara bagi ayahnya dan hampir seluruh Bani Mustaliq untuk masuk Islam.
  •  Zainab binti Jahsy
Zainab merupakan putri bibi Rasulullah. Awalnya Zainab menikah dengan Zaid yang dicintai Rasulullah layaknya anak sendiri. Namun Allah memberi perintah kepada Rasulullah untuk menikahi Zainab untuk memecahkan pertentangan mengenai anak angkat dan perbudakan. Zainab adalah wanita bertakwa, jujur, dan pemberani. Ketika ada fitnah mengenai Aisyah, saudara perempuannya termasuk orang yang menyebarkan berita ini. Namun, Zainab mengatakan bahwa Aisyah berkata benar dan ia seorang wanita suci yang baik kepada semua.

Suatu hari Zainab marah kepada Shafiyah sampai membuat dirinya berkata sesuatu yang buruk mengenai asal-usul Shafiyah yang berasal dari keluarga Yahudi. Akibatnya Shafiyah berlari menuju Rasulullah sambil menangis. Rasulullah menanggapi keluhan dengan mengatakan, "Jika mereka menyakitimu seperti itu, beri jawaban kepada mereka seperti ini: Aku adalah istri Rasulullah, ayahku adalah Nabi Harun, pamanku adalah Nabi Musa..."

Tapi, masalah tidak berhenti begitu saja. Ada masa di mana hampir kurang lebih dua bulan Rasulullah tidak berbicara dengan Zainab. Suatu hari ia meminta Aisyah untuk memintakan maafnya kepada Rasulullah. Setelah permohonannya itu, barulah kemudian Rasulullah mulai berbicara kembali dengan Zainab.

Salah satu sifat Zainab yang paling menonjol adalah kedermawanannya. Di rumahnya, dia punya sebuah ruangan untuk merajut. Di sanalah ia merajut pakaian-pakaian yang diberikan kepada anak yatim, perempuan miskin dan tak mampu yang akan menikah. Dia merajut lalu hasil rajutannya disedekahkan.

Suatu ketika, Rasulullah sedang berbicara dengan istri-istrinya, mereka bertanya kepada beliau. "Ya Rasulullah, siapakah di antara kami yang akan masuk ke surga pertama kali?" Rasulullah menjawab sambil tersenyum, lantas berkata, "Seseorang di antara kalian yang memiliki tangan dan lengan panjang, dialah yang pertama masuk surga..." Begitu mendengar ucapan Rasulullah itu, mereka langsung meluruskan lengan dan mulai saling mengukur panjangnya satu sama lain :"> Melihat itu, Rasulullah pun ikut juga mengukurkan tangannya. Namun akhirnya, Rasulullah menerangkan bahwa arti tangan dan lengan yang panjang itu adalah infak, saling membantu, dan kebaikan. Perkataan Rasulullah membuat mereka semua langsung menatap Zainab karena memang ia lebih unggul dalam hal berinfak.

"Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih taat, jujur, dermawan, dan bersemangat untuk mendapatkan ridha Allah daripada Zainab."
  • Ummu Habibah
Ummu Habibah adalah putri Abu Sufyan. Ya, Abu Sufyan yang itu, pemuka Mekkah yang paling tega. Sebelum masuk Islam, Ummu Habibah adalah penganut agama Ibrahim. Bersama suaminya, Ubaidillah, mereka salah satu di antara sekian orang yang tak pernah menyembah berhala. Mereka juga orang yang pertama menerima ajakan Islam, bersama-sama hijrah ke Habasyah. Ummu Habibah adalah seorang perempuan Muhajir yang pemberani dan menunjukkan kesetiaan kepada Islam meskipun mendapatkan banyak tekanan. Suaminya memutuskan untuk memeluk agama kaum Habasyah, dan ini membuat Ramlah atau Ummu Habibah bingung dan bersedih. Bagaimana tidak, sekembalinya dari hijrah. Banyak kaum Muhajirin tidak berani menikahinya karena dia berasal dari kalangan tekemuka Mekkah. Apalagi dia tidak bisa kembali ke orangtuanya yang begitu menentang dakwah Rasulullah. 

Rasulullah mendengar kabar ini. Pada hari-hari sebelum perang khaibar, Rasulullah meminta Ummu Habibah untuk menjadi istrinya. Ummu Habibah sangat rapi dan bersih. Rasulullah bahkan memuji akan hal ini. Ummu Habibah telah mengunjungi banyak tempat, mengenal banyak orang berbeda, mengetahui banyak negara dan kota, serta beradab. Seperti itulah Ummu Habibah.
  •  Maimunah binti al-Harits
Nama aslinya adalah Barrah, namun Rasulullah menggantinya dengan Maimunah. Pada tahun ketujuh setelah kemenangan di Perang Khaibar, Rasulullah sebenarnya tidak berniat untuk menikah lagi ketika sedang perjalanan melaksanakan umrah. Namun ketika mengetahui bahwa Maimunah putri Harits yang lahir salah satu keluarga terkemuka Makkah menjadi janda, Rasulullah berniat untuk menikahinya sebagai penghormatan atas keluarganya. Pernikahan ini akan mempererat hubungan kekeuargaan di antara mereka.

Maimunah sedang menaiki untanya saat mendengar kabar tersebut. Dia sungguh bahagia, saking bahagianya dia berjanji bahwa unta yang tengah dikendarainya beserta semua apa yang ada di unta tersebut adalah milik Rasulullah. Pernikahan mereka berlangsung di sebuah tempat bernama Saraf. Perilaku Maimunah sungguhlah sangat terpuji, dia suka beribadah, memperhatikan hal-hal yang diperintahkan serta dilarang agama. Ketika Aisyah ditanya bagaimana Maimunah, jawab Aisyah, "Sungguh, Maimunah datang mengungguli kami semua."
  • Shafiyah binti Huyay
Shafiyah adalah putra Huyay bin Ahtab, seorang peimpin Yahudi Badi Nadhir. Huyay termasuk di antara orang Yahudi yang mengingkari Piagam Madinah setelah ditandatangani di masa-masa awal hijrah. Dia juga salah satu pemuka suku yang ikut mengepung umat Islam dalam perang Khandaq. Ayah, suami, dan saudara Shafiyah terbunuh dalam perang Khaibar.

Shafiyah sendiri termasuk di antara para tawanan perang dan dia menjadi bagian dari Dihyah Al-Kalbi. Namun Dihyah mengatakan bahwa Shafiyah lebih sesuai untuk Rasulullah karena putri pemimpin Bani Nadhir. Karena itu Rasulullah memanggil Dihyah sambil memberikan tawanan lain dan menanyakan pendapatnya. Sebenarnya, Shafiyah pernah mendengar mengenai Islam dan mengetahui soal Rasulullah. Tapi karena ayahnya, dia tidak dapat menjelaskan keinginannya dengan tegas. Setelah pembicaraan ini, Rasulullah embebaskannya dan memutuskan untuk menikahinya.

Kecuali Ummu Salamah, tak satu pun dari istri Rasulullah yang pernah melihat Shafiyah.

Dulu sebelum para pasukan Islam datang kembali ke Madinah membawa pampasan perang, mereka hanya mendengar bahwa Shafiyah begitu cantik, ini membuat istri-istri Rasulullah semakin penasaran. Ketika pasukan Islam tiba di Madinah, Shafiyah tinggal sementara di rumah Haritsah bin An-Numan karena rumah yang akan ditinggali dirinya belum selesai dibangun. Meskipun sangat penasaran mengenai Shafiyah, para istri Rasulullah tak bisa pergi karena terhalang harga diri mereka. Aisyah mengurus Barirah, pelayannya, untuk menilik ke tempat Shafiyah tinggal.

Barirah bertemu dengan Ummu Salamah di tengah jalan. Dia berkata, "Kalau kamu dikirim Aisyah, ketahuilah bahwa Shafiyah itu sangat cerdas, sopan, dan cantik. Dia dengan cepat telah mengambil cinta Rasulullah."
Tanpa membuang waktu, ia kembali ke rumah dan menceritakan hal ini. Awalnya Aisyah berpikir ucapan Ummu Salamah hanya untuk membangkitkan rasa cemburu di dalam diri Aisyah. Tapi, ia tetap tidak bisa menahan diri lagi. Kemudian, dia memakai baju dengan penutup besar sehingga tak seorang pun mengenalinya dan pergi menuju ke rumah Shafiyah.

Setelah memberi salam tanpa mengenalkan diri, Aisyah duduk di antara para wanita Madinah. ia menatap Shafiyah, mengamati tubuhnya, gerak-geriknya, dan gaya bicaranya. Sama seperti apa yang mereka katakan tentang Shafiyah. Aisyah pikir tidak ada yang mengenalinya, tapi rupanya Rasulullah tahu bahwa wanita itu adalah Aisyah.

Aisyah bercerita kepad Hafshah, dan Hafshah pun penasaran sampai ia memutuskan untuk melihat Shafiyah secara langsung juga dan hasilnya... "Benar Asiyah, semua sama seperti yang kau katakan..." Keduanya duduk diam berhadapan menatap tembok rumah. (Hihihi.)


Isya
Isya adalah masa di mana sepulang Rasulullah ke haribaan Allah SWT. Beberapa peristiwa terjadi seperti perpindahan tampuk kepemimpinan semasa Rasulullah. Abu Bakar menjadi khalifah, setelah Beliau wafat kemudian digantikan dengan Umar ibn Khathab. Lalu beralih pada Utsman bin Affan. Dan dilanjutkan oleh Ali ibn Abi Thalib.


***


Novel ini benar-benar memukau, sejarah panjang perjuangan ibunda Aisyah mulai dari kecil, lalu periode mendampingi Rasulullah dalam mengemban amanah kerasulan, hingga masa di mana Rasulullah wafat. Kisah disajikan dalam sudut pandang orang pertama membuat kita merasa dekat dengan Bunda Aisyah dan Rasulullah. Dalam novel, kisahnya terbagi menjadi lima periode di mana dijelaskan dalam kurun waktu shalat. Subuh, yakni masa kecil dan remaja Aisyah. Zuhur, masa di mana awal-awal dakwah Rasulullah dan masa pernikahan Aisyah dengan Rasulullah. Ashar adalah waktu di mana dakwah mulai berkembang, perkembangan Islam pada periode Madinah. Maghrib, adalah masa di mana jelang wafat Rasulullah SAW. Isya, adalah periode pasca wafat Rasulullah.

Nggak ada kata lain selain "mengagumkan" yang saya dapat dari membaca kisah ini. Sebenarnya kisah sirah yang membahas tentang ibunda Aisyah sudah cukup familiar apalagi di dalam kisah ini benar-benar pure menjelaskan tentang sirah nabawiyah dari sudut pandang Aisyah. Beberapa peristiwa dijelaskan dalam bentuk cuplikan, namun tentu saja familiar. Saya membaca ini seperti disajikan buku sejarah dalam paket yang memukau. Membacanya membuat terasa dekat dengan Rasulullah dan Bunda Aisyah itu sendiri yang mengambil sudut pandangnya dalam penceritaan. Ada juga informasi-informasi yang baru didapat dari membaca buku ini seperti tentang usia pernikahan Aisyah dan Rasulullah. Di buku sirah, kebanyakan menuliskan bahwa mereka menikah di usia 9 tahun atau bahkan ada yang menyebutkan 6 tahun. Saya jadi kroscek dengan membaca buku sejenis dan ternyata mendapatkan kesimpulan bahwa usia persisnya, banyak sejarawan yang memiliki pendapat berbeda. Tapi dikatakan bahwa usianya lebih dari 9 tahun. Hmmm, memang harus banyak menelaah lagi sih ya. Yang paling saya sukai adalah penjelasan mengenai perang Jamal. Sibel Eraslan mengemasnya dengan baik sekali terlepas bagaimana sebenarnya kebenaran yang terjadi. Saya sedih sewaktu membaca di beberapa sumber yang justru memperuncing jurang pemisah antara pihak yang berkepentingan di sana. Tapi di sini, argumen penguatnya benar-benar membuat saya terbuka pemahamannya. 


Ah ada bagian yang benar-benar membuat saya terkesan di dalam buku ini adalah ketika dibahas tentang hubungan istri-istri Rasulullah. Gemes banget bacanya sampai blushing-blushing sendiri. Bagaimana hubungan mereka, kecemburuan yang membumbui kisah-kisah yang terjadi di antara mereka. Namun itu sama sekali tidak ada artinya dibandingan sumbangsih yang diberikan ummahatul muslimin dalam penyebaran dan dakwah agama Islam. Terutama bagi Aisyah RA. Segala kebaikan tercurah padanya.


Jadi di blog saya menjelaskan dengan cukup rinci tentang bagian yang spesial ini ♡♡♡♡. Dan sepertinya karena saya pribadi kurang puas, nanti saya berencana bakal bikin tulisan untuk masing-masing Ibundanya umat muslim ini. Yeah semoga gak sepik atau PHP doang.


Kesimpulannya... Aisyah ini pencemburu banget, gemes deh xD Jadi kamu boleh jadi pencemburu kalau kualitas dirimu jauuuuh lebih besar dari sifat pencemburumu :p


Oh iya saya mungkin mau menambahkan, semoga Kaysa Media lebih baik lagi dalam hal terjemahan dan proses editingnya. Sayang banget kan ya novel sebagus ini, apalagi sehebat disuguhkan seorang Sibel Eraslan, harus sedikit merasa kurang nyaman di bagian penyuntingannya. Semoga jauh lebih baik lagi... kita semua butuh bacaan bagus yang ringan namun sarat makna dan pembelajaran.



2 komentar:

Recent Quotes

"Suatu ketika, kehidupanmu lebih berkisar soal warisanmu kepada anak-anakmu, dibanding apa pun." ~ Dawai-Dawai Ajaib Frankie Presto

Setting

Indonesia (40) Amerika (17) Inggris (11) Jepang (5) Perancis (4) Norwegia (3) Spanyol (3) Belanda (2) Irlandia (2) Korea (2) Saudi Arabia (2) Yunani (2) Australia (1) Fiji (1) Italia (1) Mesir (1) Persia (1) Swedia (1) Switzerland (1) Uruguay (1) Yugoslavia (1)

Authors

Jostein Gaarder (7) Paulo Coelho (6) Mitch Albom (4) Sabrina Jeffries (4) Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie (4) Colleen Hoover (3) Ilana Tan (3) John Green (3) Prisca Primasari (3) Annisa Ihsani (2) Cecelia Ahern (2) John Grisham (2) Miranda Malonka (2) Seplia (2) Sibel Eraslan (2) Suarcani (2) Adara Kirana (1) Adityayoga & Zinnia (1) Ainun Nufus (1) Aiu Ahra (1) Akiyoshi Rikako (1) Alice Clayton (1) Alicia Lidwina (1) Anggun Prameswari (1) Anna Anderson (1) Asri Tahir (1) Astrid Zeng (1) Ayu Utami (1) Charles Dickens (1) Christina Tirta (1) David Levithan (1) Deasylawati (1) Dee Lestari (1) Desi Puspitasari (1) Dewi Kharisma Michellia (1) Dy Lunaly (1) Dya Ragil (1) Elvira Natali (1) Emily Bronte (1) Emma Grace (1) Erlin Natawiria (1) Esi Lahur (1) Fakhrisina Amalia (1) Ferdiriva Hamzah (1) Frances Hodgson Burnett (1) Fredrick Backman (1) G.R.R. Marten (1) Gina Gabrielle (1) Haqi Achmad (1) Harper Lee (1) Hendri F Isnaeni (1) Ifa Avianty (1) Ika Natassa (1) Ika Noorharini (1) Ika Vihara (1) Indah Hanaco (1) JK Rowling (1) James Dashner (1) John Steinbeck (1) Jonathan Stroud (1) Kang Abik (1) Katherine Rundell (1) Korrie Layun Rampan (1) Kristi Jo (1) Kyung Sook Shin (1) Lala Bohang (1) Laura Lee Guhrke (1) Lauren Myracle (1) Maggie Tiojakin (1) Marfuah Panji Astuti (1) Mario F Lawi (1) Mark Twain (1) Maureen Johnson (1) Mayang Aeni (1) Najib Mahfudz (1) Nicholas Sparks (1) Novellina (1) Okky Madasari (1) Orizuka (1) Peer Holm Jørgensen (1) Pelangi Tri Saki (1) Primadonna Angela (1) Puthut EA (1) Rachel Cohn (1) Rainbow Rowell (1) Ratih Kumala (1) Rio Haminoto. Gramata (1) Rio Johan (1) Shinta Yanirma (1) Silvarani (1) Sisimaya (1) Sue Monk Kidd (1) Sylvee Astri (1) Tasaro GK (1) Thomas Meehan (1) Tia Widiana (1) Trini (1) Vira Safitri (1) Voltaire (1) Winna Efendi (1) Yuni Tisna (1)