Judul : 3 (Tiga)
Penulis : Alicia Lidwina
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal Buku : 320 Halaman
ISBN : 9786020316772
Rating : 4 dari 5
Blurb:
“Selama seseorang masih memiliki sesuatu untuk diperjuangkan, dia tidak akan bunuh diri. Kecuali jika memang bunuh diri adalah satu-satunya cara mempertahankan apa yang dia perjuangkan.”
Kalimat Hashimoto Chihiro membekas di kepala Nakamura Chidori, bahkan setelah perempuan itu bunuh diri. Apa sebenarnya yang mengubah pandangan hidup Hashimoto sampai dia mengakhiri hidupnya? Mungkinkah karena Nakamura tidak pernah menepati janjinya? Mungkinkah karena Nakamura menyimpan perasaan kepada Sakamoto, yang seharusnya merupakan sahabat mereka?
Setelah tujuh tahun tidak bertemu, Nakamura harus kembali berhadapan dengan masa lalunya. Di antara memori akan persahabatan, janji yang diingkari, impian, dan cinta yang tak berbalas, tersembunyi alasan kepergian Hashimoto yang sebenarnya.
***
Selama kita memiliki impian yang sama, aku percaya kita akan bertemu lagi.
Tapi, jika suatu saat nanti salah satu dari antara kita ada yang tersesat dan tidak bisa menemukan jalan untuk kembali ke impian itu...
Tidak peduli meski sepuluh atau seratus tahun sekalipun.
Karena kebetulan belaka atau karena keinginan kita sendiri.
Kita bisa bertemu.
Di sebuah tempat di mana kita bisa melihat langit dengan lebih dekat. --- Halaman 223
***
Novel ini bercerita tentang tiga orang sahabat; Nakamura Chidori, Hashimoto Chihiro, dan Sakamoto Takahiro.
Pada mulanya, Nakamura berkenalan dengan Hashimoto ketika sama-sama ikut kursus menggambar sewaktu kecil. Saat berada di bangku sekolah, Nakamura bertemu dengan Sakamoto. Saat itu Sakamoto masih seorang pemuda biasa-biasa saja, belum terkenal, tapi Sakamoto sudah merasa suka dengannya. Sampai pada titik di mana Sakamoto menjadi terkenal karena ketampanannya dan suka menolak banyak perempuan, Nakamura pun masih memendam rasa.
Ternyata Hashimoto dan Sakamoto sudah saling mengenal saat berada bersama di panti asuhan. Bahkan Sakamoto memanggil Hashimoto dengan "Chihiro", bukan "Hashimoto" yang merupakan nama keluarga yang lazim digunakan sebagai panggilan. Ini menunjukkan kedekatan yang membuat Nakamura cemburu. Hashimoto dan Sakamoto memiliki impian yang ingin mereka wujudkan bersama, yakni memiliki panti asuhan sendiri. Keduanya membagi impian itu kepada Nakamura. Nakamura, seorang gadis yang biasa-biasa saja, tidak cantik ataupun kaya, berada di antara Hashimoto yang pintar meskipun aneh (bahkan dikatakan agak gila oleh sebagian orang), dan Sakamoto yang tampan dan populer.
Sejak dulu Nakamura merasa bahwa dirinya hanyalah orang asing di antara kedua sahabatnya. Namun, ada satu titik di mana Nakamura memilih untuk menghilang sama sekali dari kehidupan mereka. Ketika beberapa tahun kemudian mereka bertemu lagi, segalanya telah berubah. Hashimoto meninggal karena bunuh diri, Nakamura dan Sakamoto menghadiri pemakamannya, polisi mengusut kasus ini dan meminta keterangan Nakamura karena namanya dan Sakamoto ada di dalam agenda milik Hashimoto. Segalanya masih menjadi misteri. Pusaran masa lalu mengharuskan Nakamura masuk kembali ke dalamnya, karena banyak urusan yang belum selesai selepas kepergian Hashimoto. Banyak janji meminta untuk ditepati.
Ada sesuatu dari gumpalan daging yang terus menyeretku dalam gravitasi masa lalu, tapi kurasa aku sudah lelah hidup. Terkadang, ada saat ketika aku harus membiarkan masa lalu menenggelamkanku, supaya aku tidak lupa.
Supaya mereka tidak hilang dalam ingatanku. --- Halaman 230
***
Novel ini bagus banget.
Nggak percaya rasanya kalau ditulis oleh penulis lokal. Rasanya seperti novel terjemahan asia, mirip seperti saat saya membaca novel Please Look After Mom. Ceritanya kelam sekali, diawali dengan scene bunuh diri. Alurnya maju-mundur seperti sedang menyusun puzzle, di mana kepingannya satu per satu terbuka dan membangun cerita menjadi utuh. Plot twistnya bikin kesal. Sampai akhir bahkan saya sukar menebak apa yang terjadi di antara ketiga tokoh utamanya, atau apa yang menjadi alasan salah satu tokohnya bunuh diri.
Pada mulanya saya cukup bingung dengan penokohannya apalagi nama-nama Jepang tidak terlalu familiar. Kesan yang ditangkap juga agak membingungkan, apakah ini novel roman atau justru thriller karena bercerita tentang misteri pembunuhan? Tapi tak lama kemudian saya sudah berhasil untuk menikmati ritmenya. Kesan Jepang di dalam cerita ini melekat sekali, hingga merasa kalau ini seperti novel terjemahan. Mulai dari tempat-tempatnya, gaya hidupnya, dan hal-hal yang melekat dalam cerita ini membuat kesan Jepang melekat dalam keseharian, berhasil membawa atmosfer setting itu dengan sudut pandang orang lokal. Terkadang, ketika saya membaca novel lokal ber-setting luar negeri, penulis membawa sudut pandang sebagai seorang "turis" di sana, padahal yang menjadi tokoh adalah orang lokal atau orang yang sudah tinggal lama di kota tersebut.
Banyak pula kalimat-kalimat yang kena dan nendang (atau istilahnya quotable), membuat saya banyak sekali menandai di berbagai tempat. Terutama tentang persahabatan, cinta, atau patah hati. Sangat relatable dalam kehidupan sehari-hari.
Ada sesuatu yang hilang setiap kali kau bertemu dengan teman lamamu. Kata lama dalam istilah tersebut seolah menjadi pengekang yang membekukan lidah. Kau akan kehabisan kata-kata, bahkan meski kau menyimpan kenangan manis bersamanya. Kau tahu kau tak akan bisa kembali ke masa-masa itu, dan itulah yang membuatmu membujur kaku--mengutuk kelalaianmu sendiri untuk mengklaim balik posisi yang seharusnya sudah menjadi milikmu: seorang teman.
Tapi kau tahu kau tidak bisa melakukannya.
Kau buklanlah temannya lagi. --- Halaman 58
0 komentar:
Post a Comment