Inteligensi Embun Pagi


Judul : Inteligensi Embun Pagi
Penulis : Dewi Lestari
Penerbit : Bentang Pustaka
Tebal Buku : 724 Halaman
ISBN : 9786022911319
Rating : 3 dari 5 





Dewi Lestari adalah satu dari sekian penulis yang saya kagumi. Saya mengikuti semua cerita Dee, mulai dari serial Supernova, lalu Perahu Kertas, kumpulan cerita di Filosofi Kopi, Madre, dan Rectoverso. Memang tajuk tulisan ini adalah tentang Inteligensi Embun Pagi, si bungsu Supernova yang lagi hits karena penjualannya via pre-order yang super fantastis. Tapi, berbicara tentang IEP, tentu tidak bisa tidak menceritakan serial yang lain dan bahkan menyandingkannya dengan karya Dee lainnya.

Sepertinya ini akan panjang dan personal sekali =))) #ceilah

Saya mengenal seri Supernova saat sedang ramai peluncuran Partikel, delapan tahun setelah vakum lama dari terbitnya Petir. Dulu, barangkali karena faktor masih belum punya uang sendiri untuk beli buku, kebiasaan membaca saya belum terfasilitasi. Tapi setelah kerja, seolah rasa haus saya tentang buku-buku berkualitas langsung terobati. Jadi, saya mulai menjadi pembaca Dee. Pertemuan pertama adalah dengan novel Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh.

Jujur saya akui, menikmati KPBJ saat membacanya pertama kali, terasa berbeda sensasinya ketika saya membacanya ulang. Dulu saya termasuk orang yang saklek terhadap bacaan. Sesuatu yang tidak sesuai dengan kerangka baik-tidak baik, benar-tidak benar, (versi yang saya yakini) masih mengungkung saya. Dan begitu membaca KPBJ yang notabene menyinggung soal perilaku gay dan pelacuran, saya kaget. Di satu sisi, pengin segera menutup buku itu namun di sisi lain, rasa penasaran dan suguhan napas intelektual yang diberikan penulis membuat ruang imajinasi saya serta ruang ilmu pengetahuan dipuaskan dalam sekali duduk. Saya pun berkenalan dengan endorfin, serotonin, kucing Schrödinger, titik bifurkasi, dan ilmu tentang fisika modern lainnya. Apalagi, plot dan penyajian cerita yang membuat penasaran, mengikat saya untuk terus membacanya dan mencari jawaban-jawaban atas pertanyaan yang disajikan begitu ilmiah. 

Setelah selesai membacanya, saya langsung mengelompokkan novel ini ke rak bagian "novel yang tidak hanya memberikan ruang pada cerita fiksi saja, tapi juga menyuguhkan informasi". Kalau orang-orang menganggap KPBJ adalah masterpiece, saya menganggapnya sebagai awal yang manis.

Lalu ke Akar. Bisa dibilang lagi-lagi saya tidak sepaham dengan banyak orang yang menganggap Akar penuh dengan muatan spiritual. Lagi-lagi mungkin karena proses spiritual saya melalui jalur yang berbeda, sehingga saya tidak menemukannya pada tato, ladang ranjau, ladang ganja, maupun kehidupan anak punk. Jadi, saya hanya menikmatinya sebagai bagian dari Supernova secara keseluruhan. Perkenalan saya dengan Bodhi tidak seintim seperti ketika saya bersinggungan dengan Elektra ataupun Zarah (bahkan Diva). Namun cerita tentang Khmer Merah, Kell (oh saya lebih suka Kell daripada Bodhi!) dan ratusan tato yang terajah di badannya, bahkan Epona lebih memikat hati saya. Apalagi Ishtar yang kemunculannya begitu memesona. Saya yakin Ishtar akan menempati posisi penting dalam jalan cerita ini, karakternya begitu kuat.

Sebelum ke Petir, saya iseng mengintip ulasan yang membahas buku ini. Yang saya ingat, ada tulisan yang membahas kalau buku ini kuat unsur komedinya, tapi jenis komedi yang berbeda dengan serial Lupus. Oke, saya penasaran. Ketika membaca buku ini, benar sekali bahwa kisahnya kocak. Lagi-lagi Dewi Lestari berhasil menampilkan sosok Elektra yang renyah, hidup, dan... lucu. Miris tapi lucu, bego tapi nggak bodoh, nah lho, bingung kan? Yang jelas, saya sudah jatuh hati dengan karakter Elektra yang konsisten, beda dengan karakter serius yang muncul sebelumnya. Kisah Etra-Mpret membuat novel ini renyah, seru. Seru khas Elektra. Dee pun tak ketinggalan dengan sisipan tema yang lagi-lagi diangkatnya; yang pertama adalah tentang pengobatan alternatif menggunakan listrik (ayah saya sempat mempelajari tentang ini jadi saya cukup familiar dengannya), dan yang kedua tentang industri warnet yang mulai menanjak dan berada dalam fase kejayaannya.

Jika tiga serial sebelumnya digolongkan sebagai Supernova pra vakum, maka tiga selanjutnya adalah Supernova pasca vakum. Memang ada perbedaan yang terasa karena gap yang begitu lama. Sebagai pembaca Supernova golongan pasca hiatus lama, tentu berbeda rasanya dengan yang mengikuti dari awal. Tapi, Partikel berhasil mencuri hati saya hingga membuat saya blending berkepanjangan setelah membacanya. Alasan yang membuat Partikel begitu melekat di hati yaitu: 1) Karakter Zarah yang keturunan Arab (ini alasan pribadi). 2) Cerita yang mengambil tema ayah-anak selalu punya tempat spesial di hati saya. 3) Tentang cara Firas mendidik Zarah, menginspirasi saya. 4) Teori konspirasi alien selalu menarik perhatian saya. Dan masih banyak lagi... itulah yang membuat saya menempatkan Partikel di atas serial yang lainnya, begitu pun Zarah. Dan kisah kemunculan kamera di ulang tahun ketujuh belas Zarah, dieksekusi dengan penjelasan serasional mungkin oleh Dee. Besar harapan saya hilangnya Firas pun memiliki penjelasan yang rasional pula (entah benar teori tentang alien itu, atau apakah sosok Firas akan muncul dari dunia-entah-mana yang berhubungan dengan jejamurannya).

Lalu muncullah Gelombang menyerang.

Separuh buku ini, saya masih percaya bahwa Gelombang bukan kisah fiksi-fantasi. Menyuguhkan cerita tentang perjuangan seorang anak negeri yang berjuang meraih mimpi di luar negeri. Di sisi lain, Alfa, si tokoh utama yang merepresentasikan Gelombang, memiliki permasalahan dengan tidurnya. Petualangannya membawa Alfa ke Tibet untuk bertemu dengan seseorang yang bisa membantu masalahnya. Lalu muncullah infiltran, sarvara, peretas... membuat kabut fantasi yang selama ini masih diumpetin sama Dee tersingkap sudah. Kecewa? Sedikit. Saya tidak alergi dengan novel fiksi-fantasi (lirik status sebagai Potterhead), namun kesan fantasi yang ditutup-tutupi dengan bingkai science-fiction, jadi membuat saya kecewa, sedikit. Karena, saya harus membanting setir persepsi awal serial ini. Tapi karena saya terlanjur jatuh hati dengan tulisan Dewi Lestari, istilah you jump i jump akhirnya membuat saya kecemplung dalam dunia fantasi Supernova dan melupakan unsur sains yang selalu diselipkan dalan serial sebelumnya, dan juga antusias meununggu-nunggu si Embun yang menjadi puncak Supernova.

Panjang ya, dan Embun belum terbahas =))

Saya mengikuti berita dan tulisan orang-orang tentang Supernova. Dan ini menyadarkan saya sesuatu: Dee menulis tentang tema-tema yang melampaui zamannya. Di KPBJ, isu LGBT tidaklah sesemarak sekarang, namun tokoh Dee sudah tampil di depan. Di novel yang sama juga mengangkat tema sains fiksi, di mana (sepertinya) adalah tema yang jarang diangkat pada saat itu. Lalu Akar, di mana saat itu belum marak menyentuh cerita travelling, backpacker, Bodhi sudah memunculkan diri dengan pengalaman itu meskipun memang tema besar yang diusung Akar tidak tentang itu. Di Petir, konsep Elektra Pop muncul di tengah booming-nya internet di Indonesia. Dan untungnya, di Partikel, kesan melampaui zaman itu masih terasa dengan cerita-cerita seputar alien dan jamurnya. Sayang sekali, bagi saya, Gelombang terseok-seok berperang antara mengikuti timeline jauh sebelum Supernova hiatus dengan waktu sekarang. Jadinya, buku Dee yang biasanya melampaui zaman sudah tidak lagi terasa di buku ini, bahkan Dee mengikuti arus tren buku populer Indonesia yang mengangkat tema from nothing to something. (Kita ambil contoh tertralogi Laskar Pelangi-nya Andrea Hirata atau Mimpi Sejuta Dolar karya Merry Riana.)

Jadi, sebelum ke Inteligensi Embun Pagi, mari kita sama-sama menerima konsep peretas-infiltran-sarvara agar bisa mengikuti novelnya dengan hati yang lapang, hahaha. Jujur, sejak awal saya termasuk satu dari ribuan orang yang excited dengan kehadiran si bungsu. Saya ikut pre-order bahkan ketar-ketir saat yang lain dapat novelnya dan punya saya belum datang. Saya juga menahan diri untuk tidak membaca resensi orang supaya bisa objektif. Setelah beberapa hari, akhirnya selesai juga. (Ini live tweet saya beserta ekspresinya https://twitter.com/niesya_bilqis/status/705686864678653956 hahaha).

Jadi kesimpulannya... bingung saya menyimpulkannya.

Dari kekurangannya dulu kali ya:
  1. Karena bertemunya semua karakter utama di buku ini, jadi susah untuk menentukan siapa yang dominan dimainkan di laga pamungkas ini. Apalagi, masing-masing pembaca punya karakter favoritnya.
  2. Contohnya, Bodhi, Zarah. Justru Alfa yang baru muncul belakangan mendapat porsi besar di sini.
  3. Diva di sini hanya jadi figuran, padahal di awal kemunculan seolah dialah sang Supernova dan pembuat jejaring yang memunculkan semuanya.
  4. Saya tahu kekuatan Dee dalam membuat karakternya. Di IEP, saya rasa yang karakternya konstan adalah Elektra. Zarah, kesan petualangnya tereduksi jauh. Saya tidak mengenal gadis petualang yang cantik dan tegar di sini. Lalu Bodhi, yang merupakan tokoh dengan karakter (dan fans yang banyak) kuat, saya kira akan mempunyai porsi besar, namun ternyata karakternya tidak terlalu signifikan.
  5. Kemunculan Gio saya sudah prediksi karena Dee sudah mulai memunculkan Gio di antara plot utama di sebaran serial Supernova. Tapi Mpret, ini benar-benar di luar prediksi. Apakah ini jelek? Hmmm, tidak juga, saya suka Mpret. Tapi kemunculan dia yang tiba-tiba seolah tidak ada petunjuk sebelumnya kalau dia akan mendapatkan posisi yang strategis. Tentu saja bikin kaget.
  6. Ekspresi saya di halaman 498: T-T T-T T-T T-T T-T T-T Apalagi di sini ceritanya tentang Zarah dan Firas. Terus, ternyata, saya baca buku ini sampai habis, tidak ada impact apa-apa plot di halaman ini dengan kelanjutan cerita. Saya langsung yang... waduh, kemarin blending percuma dong. Jadi, bagaimana nasib Firas? Bagaimana pula cerita Bong? Diva? Rana?
  7. Apakah Dee sedang memperkenalkan ajaran Buddha dalam bentuk novelnya, hmmm? Bagi saya ini bukan masalah besar, tapi apa ya....
  8. Jadi menurut saya, IEP yang setebal ini kurang bisa mendeskripsikan plotnya. Mungkin karena perubahan plot dari tengah menuju akhir yang begitu cepat membuat saya agak kelimpungan. Seperti menikmati Harry Potter sebelum membaca bukunya, banyak hole yang tidak terjawab di sana.
Jadi soal kentalnya unsur Buddhist dalam novel ini, saya rasa tersebar sepenjuru halaman. Apalagi konsep reinkarnasinya. Saya tidak paham tentang reinkarnasi dalam ajaran Buddha, namun di halaman 469 kesan itu terlalu kuat terekam dalam indera saya. Tentang dialog semut mati, dan ada kata "daur ulang" di sana. Benar kan itu yang dimaksudkan adalah reinkarnasi? Saya setuju tentang energi yang tidak musnah saat tubuh mati, karena yang mengalami kematian adalah jasadnya saja, sementara energi manusia tersebut (roh) akan tetap ada. Saya percaya energi tersebut tidak mengalami proses reinkarnasi melainkan berada di alam lain yang berbeda dimensi dengan manusia. Semua manusia yang meninggal akan menunggu dan menerima balasan perbuatan mereka selama di dunia. Oke, ini balik ke keyakinan masing-masing dan tidak ada perdebatan sampai di sini :)) saya hanya mengungkapkan persepsi saya tentang ini. Perkara benar atau salah, well, bukankah kita semua sama-sama menunggu? Tapi meskipun tidak meyakini reinkarnasi atau konsep surga-neraka  dalam keyakinan lain (selain Islam), saya sih senang saja baca-baca tentang itu.

Tapi... dari semua alasan itu mengapa saya bertahan di tiga bintang? Saya menyukai Dee dan kekayaan intelektualnya. Saya suka Dee mengangkat cerita yang tidak biasa menjadi luar biasa. Lihat saja seri Supernova sebelum Gelombang. Jangan lupa juga Madre (yang inspirasinya dari biang roti), atau tentang seorang ABK dan kisah cintanya dalam Rectoverso (yang juga diangkat jadi lagu Malaikat Juga Tahu). Yeah, memang ini tentang si Embun, tapi membahas Embun, saya jadi mengaitkan dengan Dee dan karyanya secara keseluruhan.

Selain itu, saya selalu tertarik untuk mengintip dapur di balik novel-novel Dee. Kalau saja Dee mau membocorkan sumber literasi novel-novelnya ya... hahaha. Dan yang menarik dari si Embun adalah, tentang Foniks. Oh ternyata di balik Mpret ada nama seorang Hacker ternama di Indonesia yang namanya mendunia. Kerja seorang Dee tidak bisa dipandang sebelah mata, ia selalu total dalam melahirkan anak-anaknya. Di Supernova sebelumnya juga saya senang mencari informasi yang berkaitan dengan tema besar yang lagi diangkat, misalnya saat di Partikel dijelaskan tentang konsep Adam-Hawa dari berbagai sumber, saya ikut mencari literatur serupa menurut Islam. Jadi, yaaah, buku yang menambah pengetahuan dan membuat pembacanya berpikir adalah buku yang bagus dan berkesan bagi saya. (Tuh kan nggak fokus ke IEP lagi kan.)

Karena Supernova sudah membuka selendang yang menutupi bahwa ia adalah sebuah buku fantasi, jadi saya mau menyinggung soal genre fantasi dan segala macam yang membangunnya. Saya acungi jempol untuk upaya Dee dalam membuat sebuah novel fantasi. Unsur pertama yang menjadi perhatian khusus bagi novel fantasi adalah universe-nya; bisa dikatakan ini bagian yang sulit. Harry Potter tentang dunia sihirnya, A Game of Thrones atau Lord of The Rings yang mengambil setting di dunia antah berantah yang jauh dari jangkauan manusia modern. Atau justru The Hunger Games yang mengambil cerita jauh dari masa depan. Membangun universe tidaklah mudah, apalagi jika setting cerita ada di masa kini dan di negeri sendiri. Kalau Harry Potter bisa diterima karena jauh dari jangkauan geografis dengan pembaca Indonesia (eh tapi bahkan di Inggris pun novel ini amat sangat diterima ya), menurut saya pribadi, kalau kisahnya dekat dengan kita, rasanya susah untuk menerima realitas antara batas fantasi dan nyata, meskipun keduanya dibungkus dalam bingkai cerita fiksi. Jadi saya sepertinya bisa paham jika ada pembaca yang menolak menerima kalau ini adalah novel fantasi. Nah, balik ke persoalan universe itu tadi, saya rasa Dee sudah mengemas cerita ini dengan baik. Ada banyak remah roti yang disebarkan dari cerita pertama hingga puncaknya. Entah mungkin pembaca tidak menyadarinya karena masih denial dan menolak percaya. Saya awalnya termasuk yang menolak percaya ini, hehehehe. Jadi, apakah Dee sudah berhasil menciptakan universe-nya sendiri dalam Supernova? Jawaban saya, ya. Ini menjadi angin segar yang bagus untuk perkembangan fiksi-fantasi di Indonesia, menurut saya.

Apapun itu, saya sangat mengapresiasi kerja Dee selama lima belas tahun untuk merampungkan novelnya ini. Saya tidak berkeberatan untuk menunggu kehadiran Permata dalam bingkainya yang lain. (Dan mengetahui nasib karakter lain yang belum selesai dan belum "tamat" di sini.)

11 komentar:

  1. aku sma skaliblum baca buku koleksi Dee LEstari dari awal hingga akhir. jadinya kayak ga nggeh mbak :3

    ReplyDelete
    Replies
    1. Baca saja, bagus kok :) recommended sekali... saya suka Petir dan Partikel :)

      Delete
  2. Buatnya saya novelnya berat dan penuh dengan karakter. Padahal,novel bagus tidak harus seperti itu. Saya berhenti mengikuti Dee setelah merampungkan AKAR. Pilihan sih, soal nyaman atau enggak. Tapi saya pun tidak menutup kemungkinan untuk melanjutkan Gelombang dan Inteligensi Embun Pagi di lain kesempatan

    ReplyDelete
  3. Ayo dibaca :) mungkin biar ga kecewa musti menurunkan ekspektasi ya ;)

    ReplyDelete
  4. Jujur, saya baru baca KPBJ. Kesan saya pada novel tersebut cukup baik selain unsur LGBTnya. Terutama unsur sainsnya, hal tersebut membuat KPBJ sangat berbeda dg novel Indonesia kebanyakan. Tapi apa ya saya menyebutnya, ketertarikan untuk membaca serial selanjutnya tidak begitu kuat di hati saya. Hingga ketika IEP lahir dan meledak, saya kembali penasaran. Well, saya menamatkan resensi mbak Nisa dan itu menunjukkan bahwa resensi ini cukup menjawab rasa penasaran saya. Meski untuk membuat "kembali" saya membaca Supernova sepertinya masih belum. But, thankyou dan two thumbs up for this review.

    ReplyDelete
  5. Teerima kasih :) Tapi coba saja baca hehehe, kalau dibaca terpisah (melupakan unsur fantasinya) saya rasa masih bagus kok... saya suka sekali sama Partikel

    ReplyDelete
  6. Setelah baca review dari mbak Nisa, saya jadi penasaran sama Elektranya Petir. Elektra mengingatkan saya pada salahsatu merk bola lampu murah meriah yang laku keras di kampung saya. He..

    ReplyDelete
  7. Good review :)
    Tapi emang betul, seorang pembaca buku fiksi akan mengalami chemistry yang kuat dengan buku yang dibacanya kalo cerita di buku itu memiliki cerita yag disukai si pembaca ataupun kesamaan latar yang digunakan penulis dengan kehidupan asli si pembaca. Itu juga yang terjadi kepada saya waktu membaca "Partikel".

    Daan persis sama dengan apa yang saya rasain setelah membaca IEP. Ada banyak kejutan nya karena ceritanya yang ga terduga dan ada juga sedikit kcewa nya karena beberapa tokoh favorit saya dari kelima buku sebelumnya dimatikan dengan tega di IEP -_-.

    ReplyDelete
    Replies
    1. dan ada tokoh yang menurut pembaca dapat porsi besar justru nggak punya tempat :( (baca: Diva). Tapi, itu semua balik ke emak penulisnya juga mau membawa plot cerita ke mana ;) sebagai pembaca saya cukup puas meskipun masih banyak yang belum terjawab.

      Delete
  8. Sempat mengira juga kalau Firas itu adalah The King of Sarvara,karna Simon sempat bilang "Firas sudah kembali dari Sunyavima" etapi pas para Peretas bertarung di Sianjur Mula-Mula, tokoh Firas seolah hilang dari cerita. Agak kecewa awalnya, soalnya Ekspektasi saya nantinya Zarah akan Bertarung melawan ayahnya sendiri. Ya not bad lah yaa..

    dan Sesudah pertarungan mereka selesai, Sesudah Alfa meninggal (momen ini momen paling menyedihkan buatku) mereka balik ke Asko, dan si "Bintang Jatuh" alias Diva bilang begini "Tugasku sudah selesai disini" nahh maksud dari Diva ini apa ya? Apa peran Diva ini sama dengan peran Si Jaga Portibi yaitu sebagai Pelindung Antarabhava? dan Jaga Portibi sendiri sebagai Pelindung Asko? masih sempat bertanya tanya sih sesudah selesai baca yang IEP.

    dan terakhir, Menurutku Peretas terakhir yang akan lahir dengan kode "Puncak" adalah re-inkarnasi dari Firas Alzahabi (Ayahnya Zarah, tokoh di Partikel) dan Peretas dengan kode "Permata" mungkin saja si Alfa Sagala :) kan Kode Gelombang sudah dipegang oleh Toni/Em-Pret sekarang hehe, jadi kalau bisa dibilang sih si Toni jadi pemegang dua Kode ya :) CMIIW

    My Fb's Account : RZ Alamsyah :)

    ReplyDelete
  9. Novelnya sangat recomendef bgt untuk dibaca bg yang senang fantasi. Tak hanya fantasi tp sains, dan pengetahuan goreng e tahun baru pun sangat banyak muncul. Ketika membaca novelnya tak hanya mengetahui alir antar tokohnya tetapi mendapat pemahaman baru di setiap serial novelnya. Yang paling suka series Partikel dan Petir 😁😁

    ReplyDelete

Recent Quotes

"Suatu ketika, kehidupanmu lebih berkisar soal warisanmu kepada anak-anakmu, dibanding apa pun." ~ Dawai-Dawai Ajaib Frankie Presto

Setting

Indonesia (40) Amerika (17) Inggris (11) Jepang (5) Perancis (4) Norwegia (3) Spanyol (3) Belanda (2) Irlandia (2) Korea (2) Saudi Arabia (2) Yunani (2) Australia (1) Fiji (1) Italia (1) Mesir (1) Persia (1) Swedia (1) Switzerland (1) Uruguay (1) Yugoslavia (1)

Authors

Jostein Gaarder (7) Paulo Coelho (6) Mitch Albom (4) Sabrina Jeffries (4) Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie (4) Colleen Hoover (3) Ilana Tan (3) John Green (3) Prisca Primasari (3) Annisa Ihsani (2) Cecelia Ahern (2) John Grisham (2) Miranda Malonka (2) Seplia (2) Sibel Eraslan (2) Suarcani (2) Adara Kirana (1) Adityayoga & Zinnia (1) Ainun Nufus (1) Aiu Ahra (1) Akiyoshi Rikako (1) Alice Clayton (1) Alicia Lidwina (1) Anggun Prameswari (1) Anna Anderson (1) Asri Tahir (1) Astrid Zeng (1) Ayu Utami (1) Charles Dickens (1) Christina Tirta (1) David Levithan (1) Deasylawati (1) Dee Lestari (1) Desi Puspitasari (1) Dewi Kharisma Michellia (1) Dy Lunaly (1) Dya Ragil (1) Elvira Natali (1) Emily Bronte (1) Emma Grace (1) Erlin Natawiria (1) Esi Lahur (1) Fakhrisina Amalia (1) Ferdiriva Hamzah (1) Frances Hodgson Burnett (1) Fredrick Backman (1) G.R.R. Marten (1) Gina Gabrielle (1) Haqi Achmad (1) Harper Lee (1) Hendri F Isnaeni (1) Ifa Avianty (1) Ika Natassa (1) Ika Noorharini (1) Ika Vihara (1) Indah Hanaco (1) JK Rowling (1) James Dashner (1) John Steinbeck (1) Jonathan Stroud (1) Kang Abik (1) Katherine Rundell (1) Korrie Layun Rampan (1) Kristi Jo (1) Kyung Sook Shin (1) Lala Bohang (1) Laura Lee Guhrke (1) Lauren Myracle (1) Maggie Tiojakin (1) Marfuah Panji Astuti (1) Mario F Lawi (1) Mark Twain (1) Maureen Johnson (1) Mayang Aeni (1) Najib Mahfudz (1) Nicholas Sparks (1) Novellina (1) Okky Madasari (1) Orizuka (1) Peer Holm Jørgensen (1) Pelangi Tri Saki (1) Primadonna Angela (1) Puthut EA (1) Rachel Cohn (1) Rainbow Rowell (1) Ratih Kumala (1) Rio Haminoto. Gramata (1) Rio Johan (1) Shinta Yanirma (1) Silvarani (1) Sisimaya (1) Sue Monk Kidd (1) Sylvee Astri (1) Tasaro GK (1) Thomas Meehan (1) Tia Widiana (1) Trini (1) Vira Safitri (1) Voltaire (1) Winna Efendi (1) Yuni Tisna (1)