Semua Ikan di Langit

Judul : Semua Ikan di Langit
Penulis : Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie
Penerbit : Grasindo
Tebal Buku : 259 Halaman
Cetakan Pertama, Februari 2017
ISBN : 9786023758067
Rating : 4 dari 5



"Kebahagiaan Beliau melahirkan bintang.
Kesedihan Beliau membunuh keajaiban.
Kemarahan Beliau berakibat fatal."
***

Blurb:

"Pekerjaan saya memang kedengaran membosankan— mengelilingi tempat yang itu-itu saja, diisi kaki-kaki berkeringat dan orang-orang berisik, diusik cicak-cicak kurang ajar, mendengar lagu aneh tentang tahu berbentuk bulat dan digoreng tanpa persiapan sebelumnya—tapi saya menggemarinya. Saya senang mengetahui cerita manusia dan kecoa dan tikus dan serangga yang mampir. Saya senang melihat-lihat isi tas yang terbuka, membaca buku yang dibalik-balik di kursi belakang, turut mendengarkan musik yang dinyanyikan di kepala seorang penumpang… bahkan kadang-kadang, menyaksikan aksi pencurian. 

Trayek saya memang hanya melewati Dipatiukur-Leuwipanjang, sebelum akhirnya bertemu Beliau, dan memulai trayek baru: mengelilingi angkasa, melintasi dimensi ruang dan waktu." 

***

Ikut PO dan dapat tanda tangan, hehe


Mungkin ada spoiler di dalam sini. Saya tidak tahu apakah ulasan saya ber-spoiler atau tidak (makanya saya berikan kata "mungkin" di kalimat sebelumnya). Karena, sewaktu saya menceritakan kesan terhadap buku ini ke teman, dia bilang saya lagi spoiler-in dia =)) Padahal saya tidak bermaksud demikian dan sebelumnya, tidak menganggap itu adalah pernyataan yang membocorkan plot penting dalam cerita. Maafkan saya kalau begitu :D Jadi, saya peringatkan kalian terlebih dahulu, ya.

Disadari atau tidak, setiap penulis adalah tuhan bagi ceritanya. Mereka menciptakan plot dan membuat jalinan takdir bagi tokoh-tokoh di dalamnya. Mereka menggerakkan karakter tersebut dengan sebab-akibat yang sudah dirancang dengan niat, membiarkan sepercik takdir untuk menghiasi kisah-kisah itu. Mereka pula yang memberikan akhir yang menutup lembaran kisah tersebut. Setidaknya, kesadaran itulah yang saya dapatkan ketika selesai membaca Semua Ikan di Langit karya Ziggy yang ini.

Semua elemen cerita dalam kisah di dalamnya, berisi tentang imajinasi tentang banyak hal. Mulanya, kau akan mengira bahwa ini adalah kisah fantasi biasa, yang disajikan dalam sudut pandang saya yang adalah sebuah Bus Damri (selanjutnya saya juga akan menyampaikan dengan nama lain: Saya) jurusan Dipatiukur-Leuwipanjang. Namun, dalam perjalanannya, kau akan menemukan makna. Banyak makna dan alegori tentang kehidupan tersaji dengan indah di sini; makna baik dan buruk, tentang cinta dan benci, ketakutan-ketakutan, dan tentang penghambaan pada Tuhan. Cerita tentang spiritualitas manusia disampaikan melalui analogi-analogi yang berada pada sudut pandang tokoh yang tidak lazim: Bus Damri, kecoa, bahkan seorang anak kecil.

Saya merasakan kesusahan ketika sedang menggarap ulasan ini. Bagaimana tidak, bahkan ketika membacanya pun, ledakan emosi yang muncul dari saya serupa roller coaster sedang bergerak menjalani lintasannya yang tidak lazim. Ada titik di mana saya memahami konteks yang sedang Ziggy bicarakan, ada pula kalanya saya begitu takut, teramat sangat takut dengan kedewaan imajinasi penulis yang begitu mencengangkan. Lalu, pada akhirnya, sebuah pemahaman muncul yang membuat saya memberikan apresiasi besar pada karya ini. Dengan pemahaman menyeluruh dari elemen buku ini, saya rasa PANTAS (dengan huruf kapital) buku ini menjadi pemenang utama (dan satu-satunya) dalam Sayembara Novel DKJ. Ya, komentar ini memang belum valid karena saya belum membaca novel pemenang unggulan lainnya sebagai pembanding novel ini. Namun, melihat keseluruhan kisah ini, saya bisa memastikan bahwa Semua Ikan di Langit melampaui ekspektasi tentang dimensi-dimensi kelayakan sebuah karya menjadi juara. Mulai dari plotnya yang teramat sangat tidak biasa, lalu kemampuan penulis dalam meramu ceritanya, dan ketepatan penulis dalam merancang universe dalam ceritanya.

Sebuah cerita fantasi tidak dikatakan absurd (meskipun tidak nyata dan tidak masuk akal), ketika elemen-elemen yang dikandungnya tersaji dengan logis. Bus Damri tidak hanya sekadar sebuah benda mati ketika penulis memberikan nyawa padanya. Kemampuan membaca pikiran manusia dari lantai yang dipijak mereka (dan ini konsisten dengan tokoh Beliau yang tidak pernah menginjakkan kaki di sana sehingga Saya tidak bisa membaca isi kepala Beliau), Saya yang menangis melalui kaca spion, Saya yang ketika marah menyemburkan asap dari knalpot, dan masih banyak perilaku manusia lain yang dilakukan oleh Saya ini. Lalu, kekonsistenan Nad si Kecoa yang cerdik, sehingga membantu Saya menginterpretasikan ruang dan waktu yang tengah berjalan saat itu. Bagi saya, selama membaca Semua Ikan di Langit, saya menikmati berfantasi bersama Ziggy dengan tidak mengeluhkan plot hole atau kerancuan kontennya di sana.

Perjalanan Saya yang begitu biasa, melintasi trayek Dipatiukur-Leuwipanjang yang dipenuhi oleh manusia-manusia dengan segala macam isi pikiran mereka, menjadi tidak biasa ketika Beliau datang dan menjadi salah satu penumpangnya. Saya tahu bahwa Beliau istimewa ketika Saya menyadari Beliau tidak menginjakkan kaki di lantai bus sehingga Saya tidak bisa mengintip isi pikiran Beliau. Sesuatu yang tidak biasa tentu memancing rasa penasaran, kan? Bahkan jika yang mengalaminya sebuah bus damri. Perjalanan itu menjadi luar biasa ketika Beliau mengajak Saya pergi bertamasya melintasi ruang dan waktu bahkan hingga sampai ke angkasa luar. Tamu mereka pertama adalah seekor kucing dari kamar paling berantakan di seluruh dunia (saya yang kamarnya tidak pernah rapi merasa tersindir, haha). Dan dari pertemuan-pertemuan lainnya, Saya berkenalan dengan Nad, seekor kecoa yang anaknya sudah mati menjadi ikan julung-julung yang mengikuti Beliau ke mana saja. Lalu, perjalanan itu terus saja berlangsung, menemukan mereka dengan tokoh-tokoh lain dan cerita-cerita luar biasa para penumpangnya.

Nah, mungkin di bagian ini spoiler-nya:

Seperti yang saya katakan di awal, bahwa seorang penulis adalah tuhan bagi kisahnya. Namun, bagaimana jika seorang penulis menciptakan tuhan dalam tulisannya? Awalnya saya membaca tulisan tentang ulasan novel ini yang mengatakan bahwa semoga tidak dianggap "penistaan" tentang novel ini. Si penulis ulasan membubuhkan tanda kutip di sana. Saya pun memberikan tanda kutip di sini. Pada akhirnya, setelah membaca bab tertentu menjelang akhir, lalu saya paham apa yang dimaksud dengan kalimat itu. 

Interpretasi saya tentang Beliau menjadi secerah mentari ketika saya menyadari bahwa Beliau ini adalah sosok pengandaian ilahiah (mengutip kata Raafi dalam ulasannya tentang buku ini). Saya terperenyak cukup lama saat kesadaran itu tiba. Wah. Bagaimana bisa demikian? Bagaimana mungkin bisa mencipta Tuhan yang menginterpretasikan sifat Tuhan dalam wujud manusia? Dan bagaimana-bagaimana lainnya yang mengganggu benak saya sehingga saya memutuskan untuk break cukup lama saat membacanya. Lalu, setelah jeda waktu tersebut, saya kembali melanjutkan membaca novel ini. Ketakukan saya tentang sosok Tuhan dalam anak kecil tersebut perlahan sirna ketika saya mencoba mengubah sudut pandang dan meletakkannya di kotak "fantasi" alih-alih menempatkan Beliau sebagai manifestasi tuhan. Dan dengan pengubahan sudut pandang itu, syukurlah melahirkan banyak pemahaman-pemahaman baru dalam diri saya. Tentang bagaimana alegori yang tersaji dalam bus damri dan kecoa itu melahirkan sebuah gagasan tentang konsep ketuhanan yang pada dasarnya melekat dalam diri setiap manusia. Tentang pembangkangan dan cara mereka memancing murka Tuhan, yang dalam kitab suci pun tersampaikan dengan jelas (tentang kisah sapi betina maupun kaum Bani Israel, misalnya). Namun sayangnya, manusia zaman sekarang ada yang alergi jika diberikan kisah-kisah dalam sudut pandang agama. Meskipun, konten dan maksud cerita itu sama. Pada kisah ini, cerita-cerita tersebut tersaji dalam balutan imajinasi fantastis dengan (yang saya dapatkan dan rasakan) maksud sama. 

Terkesan berat, ya? Hahaha. Tapi, percayalah, ketika kau masuk ke dalam bus damri dan ikut melakukan perjalanan dengan Saya, Nad, dan Beliau, kau akan terbang bersama mereka, melintasi pemahaman demi pemahaman tentang konteks keilahian di sana. Kalaupun kau memilih tidak percaya pada muatan teologis yang tersaji di dalam kisah ini, kau hanya cukup duduk diam dan menikmati isi kepalamu dibaca dengan jelas oleh Saya, si Bus Damri gendut yang begitu mencintai Beliau sehingga Beliau pun mencintai Saya dengan segitu besarnya.

Kalau dibandingkan dengan Di Tanah Lada, jelas Ziggy naik kelas dengan lonjakan prestasi yang luar biasa.

Tambahan: Ilustrasinya cantik banget! Kusuka! Kusuka!



Gambar diambil dengan screenshot dari aplikasi SCOOP






5 komentar:

  1. Novel Ziggy yang paling aman saya baca adalah San Francisco. Jakarta Sebelum Pagi pun masih belum diselesaikan akibat permulaan cerita yang tak biasa. Entah Semua Ikan di Langit bisa saya baca atau tidak. Rasanya begitu berat.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, iya? Padahal Jakarta Sebelum Pagi itu novel dengan gaya bahasa yang ringan banget~

      Delete
  2. Jakarta Sebelum Pagi, memang mengusung gaya bahasa yang ringan namun memeiliki keunikan tak terbantahkan. Romance yang lain daripada yang lain.

    ReplyDelete
  3. waaah kayaknya menarik tapi berat ya... tertarik juga dengan sudut pandang yg nggak biasa itu-- agak jarang ditemukan di novel2 indonesia soalnya. nice review btw!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Anyway sebenernya banyak kok tulisan karya-karya sini yang kek ziggy heheu

      Delete

Recent Quotes

"Suatu ketika, kehidupanmu lebih berkisar soal warisanmu kepada anak-anakmu, dibanding apa pun." ~ Dawai-Dawai Ajaib Frankie Presto

Setting

Indonesia (40) Amerika (17) Inggris (11) Jepang (5) Perancis (4) Norwegia (3) Spanyol (3) Belanda (2) Irlandia (2) Korea (2) Saudi Arabia (2) Yunani (2) Australia (1) Fiji (1) Italia (1) Mesir (1) Persia (1) Swedia (1) Switzerland (1) Uruguay (1) Yugoslavia (1)

Authors

Jostein Gaarder (7) Paulo Coelho (6) Mitch Albom (4) Sabrina Jeffries (4) Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie (4) Colleen Hoover (3) Ilana Tan (3) John Green (3) Prisca Primasari (3) Annisa Ihsani (2) Cecelia Ahern (2) John Grisham (2) Miranda Malonka (2) Seplia (2) Sibel Eraslan (2) Suarcani (2) Adara Kirana (1) Adityayoga & Zinnia (1) Ainun Nufus (1) Aiu Ahra (1) Akiyoshi Rikako (1) Alice Clayton (1) Alicia Lidwina (1) Anggun Prameswari (1) Anna Anderson (1) Asri Tahir (1) Astrid Zeng (1) Ayu Utami (1) Charles Dickens (1) Christina Tirta (1) David Levithan (1) Deasylawati (1) Dee Lestari (1) Desi Puspitasari (1) Dewi Kharisma Michellia (1) Dy Lunaly (1) Dya Ragil (1) Elvira Natali (1) Emily Bronte (1) Emma Grace (1) Erlin Natawiria (1) Esi Lahur (1) Fakhrisina Amalia (1) Ferdiriva Hamzah (1) Frances Hodgson Burnett (1) Fredrick Backman (1) G.R.R. Marten (1) Gina Gabrielle (1) Haqi Achmad (1) Harper Lee (1) Hendri F Isnaeni (1) Ifa Avianty (1) Ika Natassa (1) Ika Noorharini (1) Ika Vihara (1) Indah Hanaco (1) JK Rowling (1) James Dashner (1) John Steinbeck (1) Jonathan Stroud (1) Kang Abik (1) Katherine Rundell (1) Korrie Layun Rampan (1) Kristi Jo (1) Kyung Sook Shin (1) Lala Bohang (1) Laura Lee Guhrke (1) Lauren Myracle (1) Maggie Tiojakin (1) Marfuah Panji Astuti (1) Mario F Lawi (1) Mark Twain (1) Maureen Johnson (1) Mayang Aeni (1) Najib Mahfudz (1) Nicholas Sparks (1) Novellina (1) Okky Madasari (1) Orizuka (1) Peer Holm Jørgensen (1) Pelangi Tri Saki (1) Primadonna Angela (1) Puthut EA (1) Rachel Cohn (1) Rainbow Rowell (1) Ratih Kumala (1) Rio Haminoto. Gramata (1) Rio Johan (1) Shinta Yanirma (1) Silvarani (1) Sisimaya (1) Sue Monk Kidd (1) Sylvee Astri (1) Tasaro GK (1) Thomas Meehan (1) Tia Widiana (1) Trini (1) Vira Safitri (1) Voltaire (1) Winna Efendi (1) Yuni Tisna (1)