Panggilan Sang Monster - A Monster Calls

Judul : Panggilan Sang Monster - A Monster Calls
Penulis : Patrick Ness
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal Buku : 216 Halaman
Cetakan Februari 2016
(Cetakan pertama versi buku asli, Mei 2011) 
ISBN : 9786020320816
Rating : 4 dari 5




Kau tidak menulis hidupmu dengan kata-kata, ujar sang monster. Kau menulisnya dengan tindakan. Apa yang kaupikirkan tidaklah penting. Satu-satunya yang penting adalah apa yang kaulakuan. ---halaman 202

Blurb:

Sang Monster Muncul Persis Lewat Tengah Malam. Seperti Monster-Monster Lain. Tetapi, dia bukanlah monster seperti yang dibayangkan Conor. Conor mengira sang monster seperti dalam mimpi buruknya, yang mendatanginya hampir setiap malam sejak Mum mulai menjalani pengobatan, monster yang datang bersama selimut kegelapan, desau angin, dan jeritan… Monster ini berbeda. Dia kuno, liar. Dan dia menginginkan hal yang paling berbahaya dari Conor. Dia Menginginkan Kebenaran. 


***

Conor O'Malley, seorang anak beranjak remaja yang mempunyai masalah pelik dengan keluarganya. Ayah dan ibunya sudah lama berpisah, dan ia tinggal dengan seorang ibu yang menderita kanker stadium akhir.

Setiap malam, ia mengalami mimpi buruk. Dan mimpi itu, tanpa ia sadari membuat seorang monster datang mendekatinya; monster itu adalah pohon yew yang berasal dari bukit di belakang rumahnya.

Aku punya begitu banyak nama, sebanyak tahun-tahun yang telah ada! raung sang monster. Aku Hern sang Pemburu! Aku Cernunnos! Aku sang manusia hijau yang abadi! ---halaman 44

Conor tidak memercayai apa yang terjadi padanya. Namun, sang monster meninggalkan jejak-jejak, berupa ranting dan dedaunan di kamarnya, dan buah beri pada lain kesempatan. Sangat sulit bagi Conor untuk menyangkal keberadaan benda-benda tersebut.


Sang monster datang di waktu yang sama, pukul dua belas lewat tujuh menit. Meskipun mulanya ia merasa ketakutan, tapi pada akhirnya ia menerima keberadaan monster tersebut yang berjanji akan pergi setelah menceritakan tiga kisah padanya, dan satu kisah yang akan diceritakan Conor padanya.

Kisah adalah makhluk liar, kata sang monster. Begitu kau melepaskan mereka, siapa yang tahu kekacauan apa yang mungkin mereka ciptakan. ---halaman 61

Di sekolah, Conor mengalami pem-bully-an oleh teman sekelasnya. Itu dikarenakan seorang anak perempuan teman ibunya memberitahukan kondisi sang ibu hingga berita itu tersebar ke sepenjuru sekolah. Tatapan iba dan pemakluman pun dirasakan olehnya. Ia benci mendapatkan perlakuan istimewa seperti itu, yang membuat Conor semakin membenci keadaan yang menimpanya.


Pada akhirnya, Conor harus memaksakan dirinya untuk melengkapi kisah sang monster, dengan menceritakan kisah keempat, yang menjadi alasan mengapa monster itu datang kepadanya.



***


Novel ini memang memiliki sentuhan fantasi, meskipun mulanya saya mengira sepenuhnya berkisah tentang fantasi. Apalagi, judulnya ada kata monsternya, dan ilustrasi di sampul maupun di dalamnya terkesan suram. Andai saya tahu bahwa kisah utamanya adalah tentang seorang remaja yang berkutat dengan kisah bersama ibunya yang menderita kanker, tentu saja akan membacanya sejak dulu.


Berkisah tentang Conor dan monster yang tak sengaja datang karena panggilannya, serta ketakutan demi ketakutan tentang keadaan ibunya yang kian parah. Lebih dari itu, ini adalah cerita tentang bagaimana Conor menyikapi kehidupannya yang tidak berjalan sebagaimana anak seusianya menjalani hidup mereka.

A Monster Calls adalah buku Patrick Ness pertama yang saya baca, dan saya menyukainya. Kisah Conor benar-benar menyentuh hati. Saya menikmati interaksi antara Conor dan si monster, juga tentang kisahnya dan sang ibu. Apalagi, cerita tentang Lily pun berhasil membuatku mengerti kenapa Conor benar-benar membencinya. Menjadi sorotan memang tidak menyenangkan. Apalagi, jika alasan di balik itu berhubungan dengan tragedi yang menimpa kita.

Tadi sudah saya sebutkan bahwa ilustrasi di novel ini suram. Meskipun begitu, harus saya akui bahwa ilustrasinya keren. Ditunjang dengan penataan lay-out yang juga tak kalah kerennya.


Screenshoot dari aplikasi SCOOP

Saya ikut belajar memaknai banyak hal tentang kehidupan dari novel ini. Apalagi, tiga dongeng yang diceritakan oleh si monster menyiratkan banyak makna. Pun begitu juga dengan alasan di balik munculnya monster tersebut dalam kehidupan Conor O'Malley.



4 komentar:

  1. Saya menduga selama ini, buku ini adalah buku horor. Ternyata bukan ya! Cerita Conor ini seperti cerita teenlit kali, atau tema penyakit. Terlepas dari penggolongan, apa yang didapat setelah membaca buku, itu yang penting. :)

    ReplyDelete
  2. Jangan Lupa Kunjungi Blog/Artikel Kitaa Ya Kaka " Berbagi Itu Indah " !!!!!!

    ( >>> DISINI <<< )

    Seputar Aritkel Bola

    Download Game Online
    Artikel Bola Terupdate 2017

    ReplyDelete
  3. Aku udah liat filmnya,bagus ada sentuhan haru nya jadi sampai nangis. Hampir sama persis kayak yg ada di buku filmnya.
    Menurutku ini semacam imajinasi si cornor yg tanpa sadar, imajinasi itu yang ngebuat dia jadi lebih berani,bahkan berani untuk merelakan sang ibu pergi. seolah-olah si monster itu yang nolongin dia padahal, nyatanya itu adalah dirinya sendiri . Di ending filmnya gak nyangka ternyata si monster itu adalah ciptaan sang ibu

    ReplyDelete

Recent Quotes

"Suatu ketika, kehidupanmu lebih berkisar soal warisanmu kepada anak-anakmu, dibanding apa pun." ~ Dawai-Dawai Ajaib Frankie Presto

Setting

Indonesia (40) Amerika (17) Inggris (11) Jepang (5) Perancis (4) Norwegia (3) Spanyol (3) Belanda (2) Irlandia (2) Korea (2) Saudi Arabia (2) Yunani (2) Australia (1) Fiji (1) Italia (1) Mesir (1) Persia (1) Swedia (1) Switzerland (1) Uruguay (1) Yugoslavia (1)

Authors

Jostein Gaarder (7) Paulo Coelho (6) Mitch Albom (4) Sabrina Jeffries (4) Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie (4) Colleen Hoover (3) Ilana Tan (3) John Green (3) Prisca Primasari (3) Annisa Ihsani (2) Cecelia Ahern (2) John Grisham (2) Miranda Malonka (2) Seplia (2) Sibel Eraslan (2) Suarcani (2) Adara Kirana (1) Adityayoga & Zinnia (1) Ainun Nufus (1) Aiu Ahra (1) Akiyoshi Rikako (1) Alice Clayton (1) Alicia Lidwina (1) Anggun Prameswari (1) Anna Anderson (1) Asri Tahir (1) Astrid Zeng (1) Ayu Utami (1) Charles Dickens (1) Christina Tirta (1) David Levithan (1) Deasylawati (1) Dee Lestari (1) Desi Puspitasari (1) Dewi Kharisma Michellia (1) Dy Lunaly (1) Dya Ragil (1) Elvira Natali (1) Emily Bronte (1) Emma Grace (1) Erlin Natawiria (1) Esi Lahur (1) Fakhrisina Amalia (1) Ferdiriva Hamzah (1) Frances Hodgson Burnett (1) Fredrick Backman (1) G.R.R. Marten (1) Gina Gabrielle (1) Haqi Achmad (1) Harper Lee (1) Hendri F Isnaeni (1) Ifa Avianty (1) Ika Natassa (1) Ika Noorharini (1) Ika Vihara (1) Indah Hanaco (1) JK Rowling (1) James Dashner (1) John Steinbeck (1) Jonathan Stroud (1) Kang Abik (1) Katherine Rundell (1) Korrie Layun Rampan (1) Kristi Jo (1) Kyung Sook Shin (1) Lala Bohang (1) Laura Lee Guhrke (1) Lauren Myracle (1) Maggie Tiojakin (1) Marfuah Panji Astuti (1) Mario F Lawi (1) Mark Twain (1) Maureen Johnson (1) Mayang Aeni (1) Najib Mahfudz (1) Nicholas Sparks (1) Novellina (1) Okky Madasari (1) Orizuka (1) Peer Holm Jørgensen (1) Pelangi Tri Saki (1) Primadonna Angela (1) Puthut EA (1) Rachel Cohn (1) Rainbow Rowell (1) Ratih Kumala (1) Rio Haminoto. Gramata (1) Rio Johan (1) Shinta Yanirma (1) Silvarani (1) Sisimaya (1) Sue Monk Kidd (1) Sylvee Astri (1) Tasaro GK (1) Thomas Meehan (1) Tia Widiana (1) Trini (1) Vira Safitri (1) Voltaire (1) Winna Efendi (1) Yuni Tisna (1)