Please Look After Mom

Judul : Please Look After Mom
Penulis : Kyung-Sook Shin
Penerjemah : Tanti Lesmana 
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal Buku : 296 Halaman
ISBN : 9786020315409
Rating : 5 dari 5 




Blurb:


Sepasang suami-istri berangkat ke kota untuk mengunjungi anak-anak mereka yang telah dewasa. Sang suami bergegas naik ke gerbong kereta bawah tanah dan mengira istrinya mengikuti di belakangnya. Setelah melewati beberapa stasiun, barulah dia menyadari bahwa istrinya tak ada. Istrinya tertinggal di Stasiun Seoul.


Perempuan yang hilang itu tak kunjung ditemukan, dan keluarga yang kehilangan ibu/istri/ipar itu mesti mengatasi trauma akibat kejadian tersebut. Satu per satu mereka teringat hal-hal di masa lampau yang kini membuat mereka tersadar betapa pentingnya peran sang ibu bagi mereka; dan betapa sedikitnya mereka mengenal sosok sang ibu selama ini, perasaan-perasaannya, harapan-harapannya, dan mimpi-mimpinya.


***


Kapan terakhir kali kau menceritakan tentang pengalamanmu kepada ibumu? Di suatu titik, percakapan-percakapan antara kau dan Ibu menjadi seperlunya saja. --- Halaman 45


***


Park So-nyo, seorang wanita berumur 69 tahun, hilang di kereta bawah tanah Seoul. Suaminya tidak menyadari bahwa sang istri tidak berada di belakangnya. Dan ketika sang suami menyadarinya, semua sudah terlambat. Pun ketika ia kembali ke stasiun itu, istrinya tidak ada.

Anak-anak mereka merasa kehilangan. Mereka berembuk untuk memikirkan cara bagaimana agar ibu mereka ditemukan. Mulai dari membuat selebaran, membagikannya sendiri, dan membuat iklan di media massa. Selang beberapa waktu lamanya pun, ibu mereka belum juga ketemu. 

Setelah sang Ibu tidak ada di sisi mereka, barulah anak-anak dan suaminya menyadari, bahwa keberadaan Ibu tidak bisa digantikan oleh apa pun. Kilasan-kilasan cerita tentang kebaikan Ibu, dan kasih sayang yang Ibu berikan barulah disadari. Setelah segalanya terlambat....

Kisah ini diceritakan dengan berbagai macam sudut pandang, yang pertama adalah dari Chi-hon, anak ketiga Park So-nyo, dan anak perempuan pertamanya. Chi-hon adalah seorang penulis. Saat ibunya hilang, ia sedang berada di luar negeri. Ia bahkan baru tahu bunya menghilang setelah empat hari berselang.

Ada bagian yang benar-benar membuat saya tertampar saat membaca kisah dari sudut pandang Chi-hon ini. Dikatakan bahwa, seorang ibu bisa menjadi dekat dengan anak perempuannya atau justru malah menjadi asing satu sama lain. Sejak sekolah, Chi-hon sudah dipaksa oleh ibunya untuk tinggal di Seoul bersama Hyong-chol yang sudah terlebih dulu tinggal di kota. Ibunya tidak ingin Chi-hon menjadi perempuan sepertinya yang buta huruf. 

Hanya ada dua kemungkinan: seorang ibu menjadi sangat dekat dengan anak perempuannya, atau mereka menjadi asing terhadap satu sama lain. --- Halaman 26
Chi-hon merasa, selama ini dia cukup mengenal ibunya, namun nyatanya tidak. Dan ini semakin terasa ketika ibunya tidak ada lagi di sisinya, dan siap sedia mendengarkan ceritanya.

"Ibu, apa Ibu senang berada di dapur?" Waktu kau bertanya begitu, ibumu tidak mengerti apa yang kaumaksud.

"Bukan masalah senang atau tidak senang. Aku memasak karena sudah seharusnya. Aku mesti ke dapur supaya kalian semua bisa makan dan pergi ke sekolah, Mana bisa kita hanya melakukan apa yang kita sukai? Ada hal-hal yang mesti dilakukan, entah suka atau tidak." Ekspresi wajah Ibu seperti bertanya, "Pertanyaan macam apa itu?" Kemudian dia bergumam, "Kalau kau hanya melakukan apa-apa yang kausukai, lalu siapa yang akan mengerjakan apa-apa yang tidak kausukai?" --- Halaman 74

Chi-hon merasa, bahwa kepergian ibunya adalah karena dirinya, oleh sebab itu dia begitu bekerja keras melakukan apa pun demi mencari sang Ibu. Ia bahkan mendatangi tempat-tempat di mana telepon asing menghubunginya dan memberitahukan bahwa mereka pernah melihat sosok ibu mereka di sana.

Sudut pandang kedua, diceritakan oleh Hyong-chol, si anak tertua. Ibu sering mengucapkan permohonan maaf sejak Chi-hon bersamanya untuk melanjutkan SMP di kota. Sementara itu, Ibu bahkan selalu berbuat apa saja dan rela berkorban untuk anak-anaknya. Ibu rela mengantarkan berkas penting untuk Hyong-chol dan pergi ke Seoul sendirian saat tidak ada seorang pun yang bisa melakukannya. Ibu menjual cincin pernikahannya untuk biaya sekolah anaknya. Ibu rela pulang malam dari Seoul karena tidak tega melihat anak-anaknya tidur berhimpitan di sana. Ibu selalu mengatakan bahwa ia harus menjadi panutan bagi adik-adiknya.

"Di sini, di kota, kau mesti menjadi orangtua bagi adik-adikmu." --- Halaman 133

"Kakak lelaki sulung mesti berwibawa. Mesti menjadi panutan. Kalau kakak sulung mengambil jalan yang salah, adik-adiknya akan ikut-ikutan." --- Halaman 134

Saat ia masih kecil, ada seorang perempuan yang hadir dalam keluarga mereka dan memberikan makanan kepada ia dan adik-adiknya, Hyong-chol-lah satu-satunya yang mengerti apa yang terjadi dengan orangtuanya. Ia tidak mau memakan bekal makanan itu, ia bahkan membuangnya. Namun apa yang terjadi saat Ibu mengetahui in? Ibu memarahi anak sulungnya itu sambil menangis. Hyong-chol harus makan, katanya, siapa pun yang memasak makanan itu; Ibu tidak akan terlalu sedih kalau dia mau makan, walaupun yang memasak adalah perempuan itu.

Bahkan ketika Hyong-chol sudah sukses dan memiliki keluarga sendiri, ia baru menyadari bahwa dirinya belum bisa membalas apa yang sudah dilakukan Ibu untuknya. Ada bagian sedih di akhir kisah kedua ini:

Dia menyadari bahwa seumur hidupnya, Ibu yakin sekali dirinyalah yang telah menjadi penghalang bagi anak lelakinya untuk mencapai mimpinya. --- Halaman 142

Kisah ketiga, diceritakan oleh Tuan Park, Suami So-nyo. Banyak cerita yang benar-benar menyayat hati di sini, tentang seorang pria yang selama lima puluh tahun menyia-nyiakan istrinya yang begitu baik padanya. 

Saat ia pulang ke rumah--dan berharap istrinya ada di sana--ia didatangi oleh seorang dari panti asuhan, yang melihat selebaran tentang berita kehilangan istrinya. Banyak kejutan yang disampaikan oleh orang itu, membuat si suami benar-benar terbuka matanya oleh kebaikan istrinya yang menghilang itu. Yang benar-benar menyayat hati adalah..., ketika ia diceritakan bahwa Park So-nyo, sering meminta untuk dibacakan sebuah buku dari pengarang yang sama terus-menerus sebagai imbalan atas kebaikan yang telah dilakukannya.

Kau tertegun memandangi buku yang dikeluarkan Hong Tae-hee dari dalam tasnya. Buku karangan anak perempuanmu. --- Halaman 149

***

Membaca buku ini benar-benar menguras emosi. Paragrafnya yang tebal awalnya membuat saya bosan. Namun, begitu masuk ke dalam jalinan ceritanya, membuat saya tidak bisa menghentikan membacanya. Kisahnya disajikan dengan flash-back, namun sama sekali tidak membingungkan. Membaca buku ini, seperti menguak lapisan demi lapisan yang membuat siapa saja terenyuh membacanya. 

Dikisahkan dari sudut pandang anak-anaknya, membuat pembaca merasa tertohok karena perilaku yang ada di sini benar-benar terasa nyata dan pas dengan kehidupan sehari-hari. Saya berkali-kali terdiam dan berpikir saat membaca buku ini. Betapa memang benar, perjuangan seorang ibu melakukan banyak hal untuk anak-anaknya bergitu besar, meskipun terkadang tidak dirasakan oleh mereka.

Tidak hanya itu, ternyata kisah So-nyo tidak hanya berhenti seputar kehidupan ibu-anak saja. Ada cerita menggugah hati lainnya seputar kehidupan rumah tangga ia dan suaminya. Tentang bagaimana selama ini So-nyo mencari kebahagiaan lain, sementara anak-anaknya sudah tidak lagi di rumah dan menjalani kehidupannya sendiri, dan secara bersamaan suaminya tidak lagi memedulikannya. Tentang bagaimana pribadi So-nyo yang benar-benar baik, menyentuh hati, namun tidak seharusnya mengalami nasib yang begitu malang seperti ini. Dari So-nyo pulalah kita mendapatkan banya sekali petuah kehidupan tanpa harus merasa digurui. 

Selama membaca buku ini, yang ingin saya lakukan adalah memeluk Ibu dan mengucapkan terima kasih padanya setelah apa yang ia lakukan pada anak-anaknya selama ini. Sebelum terlambat. Dari buku ini pula saya mendapatkan pelajaran berharga untuk menjadi seorang anak yang lebih baik lagi, dari sudut pandang yang baru.

Intinya, saya belajar kembali untuk menjadi seorang anak. Dan saya pula mendapat pelajaran berharga untuk menjadi seorang ibu nantinya. Terima kasih untuk pelajaran yang sangat berharga ini.


0 komentar:

Post a Comment

Recent Quotes

"Suatu ketika, kehidupanmu lebih berkisar soal warisanmu kepada anak-anakmu, dibanding apa pun." ~ Dawai-Dawai Ajaib Frankie Presto

Setting

Indonesia (40) Amerika (17) Inggris (11) Jepang (5) Perancis (4) Norwegia (3) Spanyol (3) Belanda (2) Irlandia (2) Korea (2) Saudi Arabia (2) Yunani (2) Australia (1) Fiji (1) Italia (1) Mesir (1) Persia (1) Swedia (1) Switzerland (1) Uruguay (1) Yugoslavia (1)

Authors

Jostein Gaarder (7) Paulo Coelho (6) Mitch Albom (4) Sabrina Jeffries (4) Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie (4) Colleen Hoover (3) Ilana Tan (3) John Green (3) Prisca Primasari (3) Annisa Ihsani (2) Cecelia Ahern (2) John Grisham (2) Miranda Malonka (2) Seplia (2) Sibel Eraslan (2) Suarcani (2) Adara Kirana (1) Adityayoga & Zinnia (1) Ainun Nufus (1) Aiu Ahra (1) Akiyoshi Rikako (1) Alice Clayton (1) Alicia Lidwina (1) Anggun Prameswari (1) Anna Anderson (1) Asri Tahir (1) Astrid Zeng (1) Ayu Utami (1) Charles Dickens (1) Christina Tirta (1) David Levithan (1) Deasylawati (1) Dee Lestari (1) Desi Puspitasari (1) Dewi Kharisma Michellia (1) Dy Lunaly (1) Dya Ragil (1) Elvira Natali (1) Emily Bronte (1) Emma Grace (1) Erlin Natawiria (1) Esi Lahur (1) Fakhrisina Amalia (1) Ferdiriva Hamzah (1) Frances Hodgson Burnett (1) Fredrick Backman (1) G.R.R. Marten (1) Gina Gabrielle (1) Haqi Achmad (1) Harper Lee (1) Hendri F Isnaeni (1) Ifa Avianty (1) Ika Natassa (1) Ika Noorharini (1) Ika Vihara (1) Indah Hanaco (1) JK Rowling (1) James Dashner (1) John Steinbeck (1) Jonathan Stroud (1) Kang Abik (1) Katherine Rundell (1) Korrie Layun Rampan (1) Kristi Jo (1) Kyung Sook Shin (1) Lala Bohang (1) Laura Lee Guhrke (1) Lauren Myracle (1) Maggie Tiojakin (1) Marfuah Panji Astuti (1) Mario F Lawi (1) Mark Twain (1) Maureen Johnson (1) Mayang Aeni (1) Najib Mahfudz (1) Nicholas Sparks (1) Novellina (1) Okky Madasari (1) Orizuka (1) Peer Holm Jørgensen (1) Pelangi Tri Saki (1) Primadonna Angela (1) Puthut EA (1) Rachel Cohn (1) Rainbow Rowell (1) Ratih Kumala (1) Rio Haminoto. Gramata (1) Rio Johan (1) Shinta Yanirma (1) Silvarani (1) Sisimaya (1) Sue Monk Kidd (1) Sylvee Astri (1) Tasaro GK (1) Thomas Meehan (1) Tia Widiana (1) Trini (1) Vira Safitri (1) Voltaire (1) Winna Efendi (1) Yuni Tisna (1)