Spring in London

Judul : Spring in London
Penulis : Ilana Tan
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal Buku : 240 Halaman
ISBN : 9786020310169
Rating : 3 dari 5 




Blurb:



Gadis itu tidak menyukainya. Kenapa?

Astaga, ia---Danny Jo---adalah orang yang baik. Sungguh! Ia selalu bersikap ramah, sopan, dan menyenangkan. Lalu kenapa Naomi Ishida menjauhinya seperti wabah penyakit? Bagaimana mereka bisa bekerja sama dalam pembuatan video musik ini kalau gadis itu tidak mengacuhkannya setiap saat? Kesalahan apa yang sudah dia lakukan?

Bagaimanapun juga Danny bukan orang yang gampang menyerah. Ia akan mencoba mendekati Naomi untuk mencari tahu alasan gadis itu memusuhinya.

Tetapi ada dua hal yang tidak diperhitungkan Danny. Yang pertama adalah kemungkinan ia akan jatuh cinta pada Naomi Ishida yang dingin, misterius, dan penuh rahasia itu. Dan yang kedua adalah kemungkinan ia akan menguak rahasia gelap yang bisa menghancurkan mereka berdua dan orang-orang yang mereka sayangi. 

***

Rasanya tidak adil memusuhi semua laki-laki hanya karena kesalahan satu orang. --- Halaman 62

***

Naomi Ishida adalah seorang model. Sudah tiga tahun ia tinggal di London. Naomi mendapatkan pekerjaan sebagai model video klip dan berpasangan dengan Danny Jo, seorang berkebangsaan Korea. Pertemuan dengan pemuda itu membuat Naomi merasa tidak nyaman. Ini berhubungan dengan traumanya dengan pria dan kejadian di masa lalu yang menyebabkan itu.

Naomi tinggal di sebuah flat bersama dua orang temannya: Julie dan Chris. Selain sebagai model, Naomi juga bekerja sebagai editor lepas di majalah temannya, Miho Nakajima. Sementara Danny, adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Kakak sulungnya meninggal dalam kecelakaan mobil di Jepang, dan kakak perempuannya seorang mantan model.

Danny terus saja mengejar Naomi. Meskipun pada mulanya ia menganggap kalau Naomi bukanlah tipenya, namun pada akhirnya pemuda itu jatuh hati juga pada Naomi dan berniat untuk menaklukkan hati Naomi yang dingin dan penuh rahasia itu. Di lain pihak, ibunya sedari dulu berniat menjodohkan Danny dengan siapa saja kenalan sang ibu, hanya karena ia ingin anak lelakinya itu segera menikah.

Ketika kisah ini bergulir, ada pertanyaan-pertanyaan yang terjawab, dan ini membuat cinta memerlukan pembuktiannya. Ada pula cinta segi tiga yang mewarnainya. Apakah kisah cinta Naomi dan Danny akan berakhir bahagia?

***

Jujur saja, membaca novel ini awalnya membuat saya bosan. Dua per tiga kisahnya begitu datar. Ibarat kata sedang naik gondola, ini seperti menyusuri sungai di Venesia. Jalannya pelan, sambil disuguhi pemandangan-pemandangan yang menyenangkan. Tapi, karena ekspektasi saya adalah berada di atas kapal dan mengarungi ombak di samudera, berada di atas gondola sama sekali tidak ada tantangannya. Tidak ada efek kejutan yang membuat jalan cerita bergejolak. Barulah sepertiga bagian terakhirnya saya merasakan konflik yang cukup mengejutkan, meskipun di awal sudah curiga juga.

Mungkin ini ciri khas seorang Ilana Tan. Saya pernah membaca Sunshine Becomes You dan ternyata tidak sesuai dengan cangkir teh saya sehingga saya tidak begitu getol untuk mengoleksi novel-novel lainnya karya beliau. Di novel ini, kesan yang sama saya dapatkan juga meskipun ternyata cukup mengejutkan kalau saya cukup menyukai kisah ini.

Ada lagi yang membuat saya sedikit kurang puas. Di sini, kesan "season"-nya tidak begitu kentara. Tidak ada nuansa "spring" yang muncul di dalam benak saya: bunga-bunga bermekaran, suasana menyenangkan dalam taman-taman indah di kota London (meskipun ada setting taman, cuma satu saja, dan tidak berkesan di benak saya). Padahal, bagian itu yang ditonjolkan dalam tetralogi ini.

Tapi, yang saya suka dari gaya penulisan Ilana Tan adalah, penulis berhasil membuat kesan seolah kita sedang membaca novel roman terjemahan. Walaupun tokoh dan settingnya tidak ada unsur Indonesianya, pembaca bisa mendapatkan kesan kalau ini bukan cita rasa Indonesia. Bahkan, tanpa ada kalimat-kalimat bahasa lain (Inggris atau Korea atau Jepang) selain kata sapa.

Kesimpulannya? Untung saja saya cukup sabar untuk menikmati novel ini di bagian awalnya sehingga untuk mendapatkan kesan menarik dari bagian akhirnya, sampai juga. 

Baca seri yang lainnya di Tetralogi Empat Musim by Ilana Tan.


Evergreen

Judul : Evergreen
Penulis : Prisca Primasari
Penerbit : Grasindo
Tebal Buku : 203 Halaman
ISBN : 9786022510864
Rating : 4 dari 5 



Blurb:

Konichiwa! Selamat datang di Evergreen, kafe es krim penuh pelayan baik hati, lagu The Beatles akan melengkapi hari-harimu. Tempat yang menghangatkan, bahkan bagi seorang gadis pengeluh dan egois sepertimu, Rachel!

Di kafe itu, kau menemukan sebuah dunia baru, juga pelarian setelah dipecat dari pekerjaanmu. Menurutku itu bagus! Apa enaknya sih kerja jadi editor?

Namun, sebenarnya butuh berapa banyak kenangan dan sorbet stroberi untuk mengubah sifat egoismu? Atau yang kau butuhkan sebenarnya hanya kasih sayang? Mungkin dariku, si pemilik kafe? Hmmm?

***

Kalian ingin selalu mengingat kenangan manis, sedangkan aku malah ingin melupakan. Bahkan aku berharap kenangan itu tidak pernah ada. Dengan begitu, tidak ada yang perlu kutangisi. --- Halaman 40

***

Rachel Yumiko River dipecat dari pekerjaannya sebagai editor di sebuah penerbitan yang terkenal di Jepang. Dia frustrasi, bukan hanya karena dia tidak memiliki pekerjaan lagi dan tidak tahu harus melakukan apa setelah ini, melainkan juga karena tidak ada seorang pun yang memedulikan dirinya. Teman-temannya pergi meninggalkan Rachel, bahkan mereka pergi liburan tanpa dirinya.

Di tengah hidup yang rumit itu, dia menemukan sebuah kedai es krim bernama Evergreen, yang ternyata direkomendasikan oleh mantan teman kantornya. Kesan pertama yang begitu hangat dan di luar dugaan membuat Rachel menjadi sering datang kemari. Di sini Rachel bertemu dengan Yuya sang pemilik kedai, dan beberapa pegawai lainnya: Gamma, yang bercita-cita ingin memiliki kedai es krim sendiri; Fumio yang selalu tersenyum padahal mempunyai permasalahan hidup yang berat sekali menyangkut penyakit adiknya, Toshi, dan ayah mereka yang menghilang; Kari, seorang gadis galak yang tidak menyukai kehadiran Rachel di antara mereka. Ada pula pria misterius yang menjadi langganan tetap kedai ini, selalu membaca buku yang sama, dan selalu hadir sehingga dia dianggap menjadi bagian dari keluarga kedai Evergreen.

Kehadiran Rachel yang pada mulanya hanya seorang pengunjung kedai saja, mendadak berubah saat dia diminta oleh Yuya untuk bekerja dengan mereka. Memang, menjadi pelayan kedai setelah mendapatkan jabatan mentereng sebagai editor tidaklah sepadan. Tapi, memangnya ada yang mau mempekerjakannya lagi setelah ia melakukan kesalahan fatal dengan pekerjaannya sehingga menyebabkan dirinya dipecat?

Setelah Rachel menjadi bagian dari mereka, satu per satu rahasia kehidupan pribadi mereka terkuak, membuat Rachel kembali merenungi sikapnya selama ini yang dikenal egois dan suka mementingkan dirinya sendiri.

***

Sejak tadi Rachel hanya memecahkan gelas.

Saya suka kalimat pembukanya, berhasil membuat penasaran dan memancing pertanyaan di benak pembaca, apa yang terjadi dengan gadis ini? Mengapa dia memecahkan gelasnya? Pertanyaan-pertanyaan semacam ini, akan membuat pembaca bertahan untuk tidak mengabaikannya sampai akhir. Tidak hanya di awal saja yang membuat penasaran, namun cara penulis menyampaikan cerita juga memancing rasa penasaran itu. 

Ada beberapa kisah di dalam cerita ini. Selain tentang Rachel, ada pula kisah Fumio dan Toshi, lalu Yuya, Gamma, Kari, dan Toichiro. Masing-masing punya permasalahan dan ceritanya sendiri. Meskipun novel ini sarat konflik, tapi penulis berhasil menceritakannya dengan pas, tidak berlebihan dan overlaping. Ini merupakan sebuah kelebihan yang patut diapresiasi. Apalagi, konfliknya tidak pasaran, dan mengejutkan. Di tengah menuju akhir sebenarnya pertanyaan-pertanyaan yang masih digantung sejak awal sudah selesai. Saya lalu penasaran sisa halaman terakhir ini penulis akan menyajikan apa. Dan ternyata..., sesuatu yang saya tidak duga sebelumnya! Brillan!

Saya termasuk yang tidak mengerti dengan Jepang dan segala seluk-beluknya. Saya tidak membaca manga, komik, atau demen dorama Jepang. Jadi, mau tidak mau saya menerima saja apa yang disuguhkan penulis di sini. Seperti misalnya bahasa-bahasanya, atau saat bercerita tentang manga yang ada di dalamnya. Meskipun harus saya akui, unsur Jepang yang sangat kentara bagi novel dalam negeri yang saya baca masih dimenangkan oleh novel 3 (Tiga) karya Alicia Lidwina.

Ada yang ingin saya kemukakan di sini, yang menjadikan alasan saya tidak memberikan bintang lima pada novel Evergreen: banyak sekali kesalahan penulisan di dalam novel ini. Miris karena tokohnya adalah seorang editor dan, maaf, ternyata di sini banyak kesalahan yang luput oleh sang editor. Misalnya saja kata "memperhatikan" di mana kalau melihat KBBI harusnya "memerhatikan". Lalu ada juga kata-kata "ktsp" yang mendapatkan imbuhan me- seharusnya meluruh, namun ditulis tidak meluruh. Ada beberapa kata "apapun" yang tidak dipisah, meskipun ada juga "apa pun" yang dipisah. (Sebenarnya saya tandai, dan tidak hanya ini saja, tapi karena peminjaman iJak habis, pas pinjam ulang hilang semua deh x'D) Mengganggu? Kalau hanya satu dua saja sih sebenarnya tidak. Tapi saya cukup lelah juga berkali-kali menjengit dan berhenti baca karena ini =)) Sepertinya yang saya baca versi iJak ini cetakan pertama, tidak tahu apakah ada perbaikan di cetakan-cetakan setelahnya. Selain itu, jenis font-nya membuat saya tidak nyaman dan ini juga sedikit mengganggu.

Anyway, terlepas dari hal-hal yang saya tuliskan di atas, buku ini sangat layak untuk diapresiasi. Banyak pesan moral yang diberikan penulis pada pembaca. Karakter Rachel yang keras kepala dan egois mengingatkan saya pada diri sendiri, dan membaca kisah ini cukup membuat saya tertampar. Banyak kalimat yang keren, salah satu yang saya suka adalah ini:


"Memaafkan. Kata yang lucu sekali, bukan? Sesuatu yang sulit sekali diberikan. Padahal dengan melakukan itu, berarti kita menyelamatkan hati kita sendiri. Pernahkah kau mendengar, bahwa ketika kau memaafkan seseorang, kau membuka lagi pintu rumah yang sebelumnya kau tutup rapat-rapat, yang telah membuat dirimu terperangkap dan kehabisan napas. Ketika kau memaafkan, kau pun bisa bernapas lagi. Dan hidup." --- Halaman 118

[Movie Review] Surat dari Praha



Pemain: Julie Estelle, Rio Dewanto, Tio Pakusadewo, Chicco Jerikho, Widyawati, Jajang C. Noer dan Shafira Umm. 
Sutradara: Angga Dwimas Sasongko
Penulis: M. Irfan Ramli
Durasi: 93 menit



Sebelum meninggal, Sulastri (Widyawati) membuat wasiat agar anak tunggalnya Larasati (Julie Estelle) dapat menyampaikan kotak berisi surat kepada seseorang di Praha. Pada mulanya, sang ibu Sulastri bertengkar dengan Laras di penghujung usianya. Laras bersikeras untuk meminjam surat tanah agar dapat menyelesaikan urusan pascapernikahannya dengan sang suami (Chico Jericho). Namun ternyata, setelah operasi ibunya meninggal. Segala warisan ibunya baru bisa ia miliki setelah menyampaikan pesan kepada seorang teman lama di Praha dan mendapat tanda tangannya.

Laras pergi ke Praha untuk menemui orang tersebut, Mahdi Jayasri (Tio Pakusadewo) yang langsung menolak untuk menerima dan menandatangani tanda terima tersebut. Bahkan, Laras disuruhnya agar segera pergi.

Malang nasib Laras, seluruh barang-barang dan uangnya dicuri oleh supir taksi yang membawanya pulang. Laras terpaksa menekan ego dan kembali ke rumah Pak Jaya bersama dengan kotak surat tersebut.

Meskipun harus berpuas diri dengan tidur di kursi, Laras harus menerimanya sampai bantuan dari teman-temannya di Indonesia menyelamatkannya dan menunggu jalan keluar dari kedutaan besar RI. Selama di rumah itu, Laras berusaha untuk membujuk Jaya agar mau menerima kotak surat itu dan agar ia mendapat tanda tangan dari pria tua itu. Namun, karena penolakan demi penolakan yang didapatnya dari Jaya membuat Laras penasaran hingga ia dengan lancang membuka isi surat tersebut.

Dari sinilah segalanya terkuak. Tentang Jaya yang dituduh sebagai seorang komunis saat maraknya peristiwa penggulingan Soekarno tahun 1965. Jaya berada pada barisan pemuda yang menentang Soeharto, oleh karenanya label "komunis" melekat padanya. Akhirnya ua tidak mendapatkan haknya lagi sebagai seorang warga negara Indonesia. Jaya tidak boleh pulang ke tanah air bahkan saat orangtuanya meninggal dunia. Tidak hanya itu saja, kisah cinta antara Jaya dan Sulastri juga terbuka. Tentang janji-janji Jaya yang tidak dapat ditepatinya karena ia sudah menjadi orang terbuang dari negaranya, dan ancaman bahwa orang-orang yang dekat dengannya akan turut diperkarakan. Barulah saat dirasa keadaan politik sudah mulai aman, Jaya mengirimi Sulastri surat-surat dari Praha yang tak pernah mendapatkan balasan.

"Antara menolak Soeharto dan mencintai Sulastri itu dua hal yang berbeda." --- Mahdi Jayasri

Di lain pihak, Laras justru menuding bahwa surat-surat Jaya-lah yang menjadi penyebab tidak harmonisnya hubungan antara kedua orangtuanya.

Namun, selama beberapa hari keberadaannya di rumah Jaya, membuat Laras jadi mengetahui sisi lain pria yang begitu dicintai ibunya itu. Laras bertemu dengan Dewa (Rio Dewanto) yang menceritakan bagaimana kehidupan Jaya selama terasing di Praha. Tentang profesinya sebagai tukang bersih-bersih di sebuah teater, bagaimana seorang Jaya yang pandai bernyanyi dan memainkan alat musik. Bahkan, pada piano tuanya, Laras menemukan sebuah partitur berjudul "Sabda Rindu". Sebuah ungkapan kerinduan Jaya kepada Sulastri yang tidak hilang oleh waktu.

***

Film ini bagus sekali. Menyajikan sisi romantisme yang tidak biasa. Tentang sebuah percintaan dari masa lalu yang terkuak kembali dengan kedatangan surat-surat yang tak terbalas beberapa puluh tahun kemudian. Tentang sebuah makna perjuangan dan pergerakan serta idealisme seorang pemuda, di mana, bayarannya adalah menjadi terbuang dari negeri dan kekasih yang dicintainya.

Dari sisi pemeran, sosok Julie Estelle memerankan sosok Larasati dengan baik sekali. Wanita muda yang secara tidak langsung menjadi korban ketidakharmonisan orangtuanya, menjadikannya memiliki watak keras dan cenderung tidak memiliki kasih sayang. Laras memang karakter yang tidak lovable, dan Julie berhasil memerankannya. Apalagi, Julie ternyata memang mirip dengan Widyawati, yang menjadi ibunya. Tio Pakusadewo juga memerankan Jaya dengan baik. Sebagai seorang yang tinggal puluhan tahun di Praha, Jaya tidak terlihat dan tidak digambarkan sebagai seorang turis, melainkan sudah melekat menjadi warga lokal.

Film ini mementingkan unsur plot ketimbang setting. Memang bukan sejenis film yang mengutamakan "jalan-jalan". Namun, justru penikmat film dimanjakan oleh sajian kota Praha dari sudut pandang aslinya. Tidak ada jalan-jalan ke tempat-tempat terkenal, namun setting tempat di kota ini juga tidak kalah menariknya. Yang keren justru pengambilan scene di sebuah teater, atau di tempat Dewa bekerja di sebuah bar.

Dari sisi cerita, jarang film Indonesia yang mengangkat isu ini. Dan tidak mengecewakan, bahwa isu politik yang mewarnai Indonesia menjadi film yang romantis seperti ini. Saya heran mengapa film sebagus ini, menceritakan nasionalisme dalam baju yang berbeda begini (dan dibintangi oleh artis top pula), turun layar begitu cepat. Yang paling menyentuh adalah saat Laras bertanya pada Jaya apakah setelah sekian lama, ia menyesal dengan apa yang ia lakukan dulu?

"Saya tidak akan pernah menyesal. Kalaupun ada sesuatu yang harus disesali..., saya sudah mengecewakan ibumu." --- Mahdi Jayasri.

Benar-benar terenyuh dibuatnya.

Dan yang terakhir, soundtrack di film ini keren sekali! Dinyanyikan oleh pemerannya langsung:


Sabda Rindo oleh Mahdi Jayasri (Tio Pakusadewo)

Kurindu. Lebih baik katakan apa adanya. Bila memang rindu. Kurindu. Karena waktu takkan mampu berpihak. Pada perasaan yang meragu.



Nyali Terakhir oleh Larasati (Julie Estelle)

Engkau dan aku. Bagaikan doa yang mengikat. Dalam setiap langkahku. Namamu ku sebut.


Nah kalau ini, lagu Sabda Rindu yang dinyanyikan oleh Glenn Fredly, nggak kalah bagusnya:





Trailer film ini juga bisa disaksikan di sini:



4,5 bintang untuk film ini!



3 (Tiga)

Judul : 3 (Tiga)
Penulis : Alicia Lidwina
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal Buku : 320 Halaman
ISBN : 9786020316772
Rating : 4 dari 5 



Blurb:


“Selama seseorang masih memiliki sesuatu untuk diperjuangkan, dia tidak akan bunuh diri. Kecuali jika memang bunuh diri adalah satu-satunya cara mempertahankan apa yang dia perjuangkan.”

Kalimat Hashimoto Chihiro membekas di kepala Nakamura Chidori, bahkan setelah perempuan itu bunuh diri. Apa sebenarnya yang mengubah pandangan hidup Hashimoto sampai dia mengakhiri hidupnya? Mungkinkah karena Nakamura tidak pernah menepati janjinya? Mungkinkah karena Nakamura menyimpan perasaan kepada Sakamoto, yang seharusnya merupakan sahabat mereka?


Setelah tujuh tahun tidak bertemu, Nakamura harus kembali berhadapan dengan masa lalunya. Di antara memori akan persahabatan, janji yang diingkari, impian, dan cinta yang tak berbalas, tersembunyi alasan kepergian Hashimoto yang sebenarnya.

***


Selama kita memiliki impian yang sama, aku percaya kita akan bertemu lagi.

Tapi, jika suatu saat nanti salah satu dari antara kita ada yang tersesat dan tidak bisa menemukan jalan untuk kembali ke impian itu...
Tidak peduli meski sepuluh atau seratus tahun sekalipun.
Karena kebetulan belaka atau karena keinginan kita sendiri. 
Kita bisa bertemu. 
Di sebuah tempat di mana kita bisa melihat langit dengan lebih dekat. --- Halaman 223

***

Novel ini bercerita tentang tiga orang sahabat; Nakamura Chidori, Hashimoto Chihiro, dan Sakamoto Takahiro. 

Pada mulanya, Nakamura berkenalan dengan Hashimoto ketika sama-sama ikut kursus menggambar sewaktu kecil. Saat berada di bangku sekolah, Nakamura bertemu dengan Sakamoto. Saat itu Sakamoto masih seorang pemuda biasa-biasa saja, belum terkenal, tapi Sakamoto sudah merasa suka dengannya. Sampai pada titik di mana Sakamoto menjadi terkenal karena ketampanannya dan suka menolak banyak perempuan, Nakamura pun masih memendam rasa.

Ternyata Hashimoto dan Sakamoto sudah saling mengenal saat berada bersama di panti asuhan. Bahkan Sakamoto memanggil Hashimoto dengan "Chihiro", bukan "Hashimoto" yang merupakan nama keluarga yang lazim digunakan sebagai panggilan. Ini menunjukkan kedekatan yang membuat Nakamura cemburu. Hashimoto dan Sakamoto memiliki impian yang ingin mereka wujudkan bersama, yakni memiliki panti asuhan sendiri. Keduanya membagi impian itu kepada Nakamura. Nakamura, seorang gadis yang biasa-biasa saja, tidak cantik ataupun kaya, berada di antara Hashimoto yang pintar meskipun aneh (bahkan dikatakan agak gila oleh sebagian orang), dan Sakamoto yang tampan dan populer. 

Sejak dulu Nakamura merasa bahwa dirinya hanyalah orang asing di antara kedua sahabatnya. Namun, ada satu titik di mana Nakamura memilih untuk menghilang sama sekali dari kehidupan mereka. Ketika beberapa tahun kemudian mereka bertemu lagi, segalanya telah berubah. Hashimoto meninggal karena bunuh diri, Nakamura dan Sakamoto menghadiri pemakamannya, polisi mengusut kasus ini dan meminta keterangan Nakamura karena namanya dan Sakamoto ada di dalam agenda milik Hashimoto. Segalanya masih menjadi misteri. Pusaran masa lalu mengharuskan Nakamura masuk kembali ke dalamnya, karena banyak urusan yang belum selesai selepas kepergian Hashimoto. Banyak janji meminta untuk ditepati.

Ada sesuatu dari gumpalan daging yang terus menyeretku dalam gravitasi masa lalu, tapi kurasa aku sudah lelah hidup. Terkadang, ada saat ketika aku harus membiarkan masa lalu menenggelamkanku, supaya aku tidak lupa.
Supaya mereka tidak hilang dalam ingatanku. --- Halaman 230

***

Novel ini bagus banget.

Nggak percaya rasanya kalau ditulis oleh penulis lokal. Rasanya seperti novel terjemahan asia, mirip seperti saat saya membaca novel Please Look After Mom. Ceritanya kelam sekali, diawali dengan scene bunuh diri. Alurnya maju-mundur seperti sedang menyusun puzzle, di mana kepingannya satu per satu terbuka dan membangun cerita menjadi utuh. Plot twistnya bikin kesal. Sampai akhir bahkan saya sukar menebak apa yang terjadi di antara ketiga tokoh utamanya, atau apa yang menjadi alasan salah satu tokohnya bunuh diri.

Pada mulanya saya cukup bingung dengan penokohannya apalagi nama-nama Jepang tidak terlalu familiar. Kesan yang ditangkap juga agak membingungkan, apakah ini novel roman atau justru thriller karena bercerita tentang misteri pembunuhan? Tapi tak lama kemudian saya sudah berhasil untuk menikmati ritmenya. Kesan Jepang di dalam cerita ini melekat sekali, hingga merasa kalau ini seperti novel terjemahan. Mulai dari tempat-tempatnya, gaya hidupnya, dan hal-hal yang melekat dalam cerita ini membuat kesan Jepang melekat dalam keseharian, berhasil membawa atmosfer setting itu dengan sudut pandang orang lokal. Terkadang, ketika saya membaca novel lokal ber-setting luar negeri, penulis membawa sudut pandang sebagai seorang "turis" di sana, padahal yang menjadi tokoh adalah orang lokal atau orang yang sudah tinggal lama di kota tersebut.

Banyak pula kalimat-kalimat yang kena dan nendang (atau istilahnya quotable), membuat saya banyak sekali menandai di berbagai tempat. Terutama tentang persahabatan, cinta, atau patah hati. Sangat relatable dalam kehidupan sehari-hari.

Ada sesuatu yang hilang setiap kali kau bertemu dengan teman lamamu. Kata lama dalam istilah tersebut seolah menjadi pengekang yang membekukan lidah. Kau akan kehabisan kata-kata, bahkan meski kau menyimpan kenangan manis bersamanya. Kau tahu kau tak akan bisa kembali ke masa-masa itu, dan itulah yang membuatmu membujur kaku--mengutuk kelalaianmu sendiri untuk mengklaim balik posisi yang seharusnya sudah menjadi milikmu: seorang teman.
Tapi kau tahu kau tidak bisa melakukannya.
Kau buklanlah temannya lagi. --- Halaman 58



Insecure

Judul : Insecure
Penulis : Seplia
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal Buku : 240 Halaman
ISBN : 9786020327662
Rating : 2 dari 5 




Blurb:


- Zee -
Jangan menatap luka dan memar di tubuhku.
Jangan berani bertanya apa yang terjadi.
Menjauh saja dariku.
Hanya dengan begitu, aku merasa aman.

- Sam -
Meski orang lain menganggap otak gue nggak guna, setidaknya tubuh gue selalu siap menjadi tameng untuk melindungi orang-orang yang gue sayang.
Buat gue, itu lebih dari sekadar berguna!

Zee Rasyid dan Sam Alqori satu bangku di tahun terakhir SMA mereka. Sikap Zee yang tertutup perlahan melunak dengan kehangatan yang ditawarkan Sam.

Apalagi ketika Zee melihat kondisi keluarga Sam yang sederhana, berbeda jauh dari kehidupannya dengan sang mama.


Pelan-pelan kedekatan Zee dan Sam membuat kepribadian masing-masing berubah. Hidup yang mereka jalani tak lagi terasa aman.

***

"Beberapa orang nggak siap jadi orangtua, yang lainnya stress oleh beban hidup. Orang baik bisa berubah jahat kapan pun tu kalau dia terjepit oleh keadaan yang nggak menguntungkan." --- Halaman 179

***

Kisah ini adalah tentang dua orang yang memiliki cerita kelam seputar kehidupan keluarganya, namun memiliki cara yang berbeda dalam menyikapinya. Zee menjadi tertutup, sementara Sam menggunakan fisiknya untuk melindungi orang-orang yang ia sayangi.

Zee Rasyid seorang gadis yang pendiam. Pertengahan semester pertama di kelas tiga, ia dipindahkan ke kelas Sam dengan harapan dia dapat terbuka dan bersosialisasi dengan baik di kelas ini. Ia duduk di sebelah Sam yang terkenal sebagai biang onar dan pembuat masalah. Keluarga Zee berantakan, ayahnya meninggalkan ia dan ibunya enam tahun yang lalu. Sejak saat itu, sang ibu sering menyiksanya dengan kekerasan fisik terutama saat ibunya merasa bahwa Zee mengingatkannya pada mantan suaminya itu.

Sam Alqori seorang anak dari keluarga sederhana, ibunya pemilik kedai mi ayam sementara ayahnya seorang pelaut yang beberaa bulan sekali baru pulang. Saat kepulangan ayahnya itulah bencana terjadi di rumah. Ayahnya memiliki perangai yang buruk. Tidak hanya itu, meskipun sudah tua ayahnya masih memilik kekuatan fisik yang sering digunakan untuk menyiksa ibunya.

Terlepas dari kekerasan dalam rumah tangga yang ibunya alami, Sam tumbuh menjadi seorang pemuda yang selenge'an (apa ya padanan katanya yang pas?). Ia sering meremehkan pelajaran meskipun masih menaruh hormat pada wali kelasnya. Sam sering terlambat pelajaran dan membayar denda sebagai hukuman.

Di sisa waktu mereka di kelas tiga ini, Sam dan Zee duduk bersebelahan. Sam cukup penasaran dengan Zee yang pendiam serta kehidupannya yang tertutup. Sam melihat ada lebam-lebam di tubuh Zee, namun gadis itu terus saja mengingkarinya.

Sementara dari sisi Zee, ia memiliki sikap defensif terhadap penderitaan yang dialaminya. Zee bahkan mati-matian melindungi ibunya yang melakukan kekerasan padanya. Bahkan Zee rela menentang wali kelas yang berniat baik untuk membantu Zee dalam permasalahan kehidupan yang ia hadapi.

***

Ini merupakan novel kedua Seplia yang saya baca setelah sebelumnya saya membaca novel perdananya yang berjudul Replay. Kalau mau membandingkan, jujur saya lebih terkesan dengan plot dan karakter-karakter di novel yang sebelumnya. Sebelum masuk ke bagian yang membuat saya berkesan, ada beberapa catatan yang mau saya ulas di sini, yang membuat saya hanya bertahan pada dua bintang untuk novel ini. 

Pertama, ini memang murni selera sih ya, saya tidak terlalu suka dengan pov yang ditulis dengan "gue". Kalau di pembicaraan tak masalah bagi selera saya, tapi kalau di point of view diceritakan dengan bahasa "gue", jujur saja ini membuat saya kurang sreg. Saya pernah membaca novel dengan gaya bahasa seperti ini, namun untungnya di novel itu terbantu dengan karakter dan jalan cerita yang membuat saya melupakan kekurang-sreg-an saya dengan itu. Tapi kalau di novel Insecure ini, karakter Sam sama sekali tidak membantu agar saya merasa nyaman dengannya.

Nah yang kedua, masalah karakterisasi. Saya begitu kagum dengan penulis saat berhasil membuat karakter yang kuat di novelnya yang pertama. Meskipun di Replay karakternya tidak lovable, namun saya kagum dengan bagaimana penulis mampu menyajikan karakter yang kuat. Tapi di sini, saya mengalami kesulitan untuk menggambarkan beberapa karakternya. Yang pertama Sam. Saya bingung dengan Sam ini mau di bawa ke mana. Apakah dia sosok begundal selenge'an yang menyebalkan namun berhati mulia, atau dia seorang remaja yang cuek namun perhatian. Yang saya tangkap, mungkin saja Sam memang bandel tapi lovable, tapi bagi saya, bandel susah disandingkan dengan penyayang. Kalaupun memang ada karakter seperti itu, jika dibawakan dengan baik mungkin akan bisa dengan mudah saya pahami, tapi kalau dengan Sam, jujur saya gagal paham.

Karakter selanjutnya yang membuat saya gagal paham adalah Manda Rasyid alias mamanya Zee, dan sekalian saja deh saya bahas Zee di sini. Sudah jelas ibu ini mengalami gangguan kejiwaan, tapi mengapa Zee tidak mengambil tindakan apa pun untuk keluar dari permasalahan ini? Mungkin memang Zee mengalami insecure, atau dihantui ketakutan-ketakutan, tapi kan..., masa iya tidak ada tindakan setelah mengalami penyiksaan yang berkali-kali? Apalagi alasan di balik itu adalah hanya karena permasalahan rumah tangga sebagai dampak dari perceraian. Saya merasa gagal paham dengan ibunya Zee ini (dan Zee juga). Mungkin memang cinta itu buta tapi kan.... Yang aneh lagi tentang ibunya Zee adalah, pertama kali dia ketemu dengan Sam, dia menunjukkan rasa tidak sukanya dengan perbuatan yang tidak menyenangkan. Tapi di lain waktu dia sukarela saja membantu untuk mengurus keperluan Sam di rumah sakit. Kan aneh ya. Apa ini menjadi bagian dari perubahan sikap ibunya untuk menutupi kelakuannya?

Satu lagi. Di halaman 211 ada kutipan seperti ini:

Seorang ibu tahu mana yang disukai anaknya atau tidak.

Kalau seorang ibu tahu mana yang disukai anaknya atau tidak, kenapa ibunya ini tidak tahu mana yang berbahaya untuk anaknya atau tidak? Apa karena memang ibunya mengalami kelainan jiwa? Kalau memang iya, sayang sekali dari sisi ini tidak digali dengan baik. Penyelesaiannya pun tanggung sekali.

Justru saya malah suka dengan Vini. Karakter Vini begitu melekat bagi saya, lengkap dengan sikap serta sifatnya yang konstan. Vini karakter pertama yang dengan mudah dapat saya visualisasikan dalam benak saya.

Terlepas dari hal-hal yang sudah saya sebutkan di atas, saya senang dengan beberapa hal seperti misalnya penggambaran hubungan Sam dan Zee yang menarik. Kehadiran Vini benar-benar menjadi bumbu yang menghidupkan kisah kelam di cerita ini (meskipun karakter Sam dibuat tidak kelam karena pembawaannya yang begitu, namun karena saya gagal paham dengan karakter Sam, membuat saya merasa kurang dengan ini).


Satu lagi, "Wuthering Height"-nya kurang "s" :)) Judul novel klasik yang dibaca Vini harusnya "Wuthering Heights" :)


Dua bintang saya persembahkan untuk novel Insecure.


Starlight

Judul : Starlight
Penulis : Dya Ragil
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal Buku : 264 Halaman
ISBN : 9786020327532
Rating : 3 dari 5 




Blurb:

“Bakal kusedot semua cahaya dari bintang-bintang yang kelewat dekat. Hati-hati, bisa aja kamu salah satunya.”

Gimana rasanya satu kelompok belajar sama murid-murid berbeda kepribadian? Harusnya sih seru, tapi Wulan merasa kebalikannya. Dia bete mesti sekelompok sama Lintang—saudara kembarnya yang lebih disayang sang ayah, Bagas si genius bermulut besar, Nindi yang galak dan dingin, juga Teguh si biang onar. Hubungan kelimanya makin kacau waktu sekolah mengadakan seleksi perwakilan untuk olimpiade sains. 

Di tengah persiapan olimpiade, Wulan harus menghadapi sang ayah yang selalu meragukan dirinya, mantan pacar yang kerap menindas saudaranya, juga mantan gebetan yang terus mengganggu konsentrasinya. 

Akankah kehidupan SMA Wulan berjalan mulus? Atau dia gagal membuktikan kemampuannya?

***


"Dulunya alam semesta itu nol, nggak ada apa-apa. Terus ada ledakan besar, kemudian lahir materi-materi pembentuk benda langit, pelan-pelan mengembang sampai jadi alam semesta yang luas banget kayak sekarang. Kamu tahu apa artinya itu?"
"Apa?"
"Artinya, bahkan orang bodoh pun punya potensi. Yang awalnya nol besar pun bisa meledak jadi hebat kalau mau usaha." --- Halaman 10


***

Wulan dan Lintang adalah saudara kembar. Meskipun begitu, Wulan merasa bahwa perlakuan Ayah padanya berbeda seperti saat Ayah--yang seorang dosen fisika dan pemilik bimbingan belajar terkenal di kotanya--memperlakukan Lintang. Lintang adalah seorang anak yang pintar, tidak mustahil baginya bisa menembus olimpiade bahkan memenangkannya. Tapi masalahnya, yang punya passion di bidang astronomi sebenarnya adalah Wulan. Sedihnya, sang ayah maupun orang-orang sekelilingnya menganggap skeptis kemampuan Wulan yang tidak menonjol.

Sementara Lintang, di balik sikapnya yang menunjukkan bahwa dia adalah tipikal seorang pemimpin--Lintang ini ketua kelas, dan sejauh yang bisa ditampilkan sebagai karakternya, dia cukup bisa memimpin kelas yang bisa dibilang..., memiliki keragaman dalam hal kepribadian--Lintang menyimpan masa lalu yang kelam. Kisah di masa lalunya yang kurang menyenangkan hanya diketahui oleh segelintir orang saja. Wulan misalnya, dan guru fisika yang baru saja mengajar di kelas mereka, dan Teguh. Kejadian itulah yang membuat Lintang dan Teguh menjadi sulit untuk akur.


Teguh seorang yang cukup tertutup. Namun, dia terkenal sebagai siswa yang bermasalah karena sering tak acuh terhadap pelajaran. Sikap cueknya ini bukan hanya pada pelajaran saja, melainkan ditujukan pula kepada guru yang mengajar, dan juga orang-orang sekitarnya. Teguh menyimpan permasalahan yang pelik dalam hidupnya yang membuatnya bersikap seperti ini. Dan ternyata, permasalahan itu berhubungan dengan Lintang. Padahal, sebelumnya Teguh dan Lintang adalah dua orang sahabat kental semasa SMP. Bahkan, Teguh adalah mantan pacarnya Wulan.


Di kelas mereka, ada pula sosok menyebalkan sekaligus trouble maker bernama Bagas. Tidak cukup hanya di sini saja, kelakuan Bagas dilengkapi dengan predikatnya sebagai juara kelas dan pemenang beberapa lomba mata pelajaran se-DIY. Bagas adalah sosok yang menyebalkan sekali. Suka meremehkan orang namun..., yeah, meskipun dia mempunyai alasan untuk itu karena kemampuannya memang di atas rata-rata, tapi kemudian tidak menjadi alasan untuk seseorang berlaku sombong, bukan?

Dan ada lagi seorang gadis ambisius dan juga pintar bernama Nindi. Sikap Nindi juga menyebalkan. Meskipun pendiam dan di balik sikap menyebalkannya itu, ia menyimpan sedikit rahasia tentang ambisi dan cita-cita yang ingin diraihnya.


Masalah muncul saat tanpa sengaja kelima orang ini berkumpul dalam kelompok belajar yang sama. Terlebih lagi dengan ambisi Wulan yang ingin membuktikan kepada ayahnya--dan juga Bagas--bahwa dirinya mampu bersaing untuk menempati kursi sebagai perwakilan sekolah pada olimpiade astronomi. 




***


Ini adalah sebuah kisah dari bangku SMA, di mana persahabatan serta impian dan ambisi bercampur jadi satu. Ada bumbu romansanya juga khas anak SMA, lalu ada jalinan cerita yang rumit berjalan seiring dengan kehidupan mereka di sekolah. Jika biasanya sekolah hanya numpang sebagai setting di beberapa cerita teenlit, di novel Starlight ini nuansa sekolahnya begitu terasa. Hubungan guru-murid maupun konflik sesama murid disajikan dengan begitu apik.


Saya suka bagaimana penulis mengelola konflik yang dimiliki oleh masing-masing tokohnya. Pas, tidak berlebihan, namun juga berhasil menjadikan konflik itu sebagai plot utamanya. Jika berbicara tentang konflik Lintang-Teguh, sebenarnya sudah disinggung di awal, hanya saja, bocorannya terlalu lama untuk dieksekusi. Ini membuat pembaca bertanya-tanya sekaligus penasaran apa yang terjadi dengan mereka berdua. Sebenarnya bagus juga memancing rasa penasaran pembacanya untuk mengetahui apa yang terjadi pada mereka. Tapi, menjadi sebuah bumerang kalau ternyata rahasia di balik itu semua tidak worth atau tidak sebanding. Namun menurut saya, alasan mereka cukup worth kok.


Yang membuat saya kesal, tentu saja sosok Bagas yang benar-benar menyebalkan dan Wulan yang terlalu..., naif? Memang, untuk mengetahui sisi lain bulan yang gelap, dibutuhkan teleskop super canggih agar bisa membuatnya terlihat. Tapi, "teleskop super canggih" sayang banget disia-siakan hanya untuk mengamati sisi gelapnya bulan saja. Mungkin Wulan memang terlalu..., ah sudahlah. Yang jelas, tokoh Bagas di sini membuat saya pengin ngeplak kepalanya pakai koran saking menyebalkannya.


Selain interaksi Wulan-Bagas yang menurut saya kurang digali, Teguh-Lintang juga mengalami hal serupa. Padahal, sebab-akibat yang menimpa mereka cukup oke lho. Hanya saja saya kurang begitu merasakan terpacu adrenalinnya ketika konflik mereka muncul dan hendak diselesaikan.


Overall, saya menyukai kisah ini. Untuk orang yang mempunyai cita-cita dan sedang memperjuangkannya, buku ini merupakan penyemangat yang manis dan sayang untuk dilewatkan. Apalagi, dengan pemanis berupa pengetahuan seputar astronomi juga menambah pengetahuan baru bagi pembaca.


Sedikit cerita, saya dapat buku ini hasil dari ikutan giveaway yang diadakan di sini. Senang rasanya bisa merasakan jadi pemenang, hehehe. Dan meskipun review-nya baru tayang, sebenarnya saya sudah tamat membaca buku ini sejak lama sekali.



Recent Quotes

"Suatu ketika, kehidupanmu lebih berkisar soal warisanmu kepada anak-anakmu, dibanding apa pun." ~ Dawai-Dawai Ajaib Frankie Presto

Setting

Indonesia (40) Amerika (17) Inggris (11) Jepang (5) Perancis (4) Norwegia (3) Spanyol (3) Belanda (2) Irlandia (2) Korea (2) Saudi Arabia (2) Yunani (2) Australia (1) Fiji (1) Italia (1) Mesir (1) Persia (1) Swedia (1) Switzerland (1) Uruguay (1) Yugoslavia (1)

Authors

Jostein Gaarder (7) Paulo Coelho (6) Mitch Albom (4) Sabrina Jeffries (4) Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie (4) Colleen Hoover (3) Ilana Tan (3) John Green (3) Prisca Primasari (3) Annisa Ihsani (2) Cecelia Ahern (2) John Grisham (2) Miranda Malonka (2) Seplia (2) Sibel Eraslan (2) Suarcani (2) Adara Kirana (1) Adityayoga & Zinnia (1) Ainun Nufus (1) Aiu Ahra (1) Akiyoshi Rikako (1) Alice Clayton (1) Alicia Lidwina (1) Anggun Prameswari (1) Anna Anderson (1) Asri Tahir (1) Astrid Zeng (1) Ayu Utami (1) Charles Dickens (1) Christina Tirta (1) David Levithan (1) Deasylawati (1) Dee Lestari (1) Desi Puspitasari (1) Dewi Kharisma Michellia (1) Dy Lunaly (1) Dya Ragil (1) Elvira Natali (1) Emily Bronte (1) Emma Grace (1) Erlin Natawiria (1) Esi Lahur (1) Fakhrisina Amalia (1) Ferdiriva Hamzah (1) Frances Hodgson Burnett (1) Fredrick Backman (1) G.R.R. Marten (1) Gina Gabrielle (1) Haqi Achmad (1) Harper Lee (1) Hendri F Isnaeni (1) Ifa Avianty (1) Ika Natassa (1) Ika Noorharini (1) Ika Vihara (1) Indah Hanaco (1) JK Rowling (1) James Dashner (1) John Steinbeck (1) Jonathan Stroud (1) Kang Abik (1) Katherine Rundell (1) Korrie Layun Rampan (1) Kristi Jo (1) Kyung Sook Shin (1) Lala Bohang (1) Laura Lee Guhrke (1) Lauren Myracle (1) Maggie Tiojakin (1) Marfuah Panji Astuti (1) Mario F Lawi (1) Mark Twain (1) Maureen Johnson (1) Mayang Aeni (1) Najib Mahfudz (1) Nicholas Sparks (1) Novellina (1) Okky Madasari (1) Orizuka (1) Peer Holm Jørgensen (1) Pelangi Tri Saki (1) Primadonna Angela (1) Puthut EA (1) Rachel Cohn (1) Rainbow Rowell (1) Ratih Kumala (1) Rio Haminoto. Gramata (1) Rio Johan (1) Shinta Yanirma (1) Silvarani (1) Sisimaya (1) Sue Monk Kidd (1) Sylvee Astri (1) Tasaro GK (1) Thomas Meehan (1) Tia Widiana (1) Trini (1) Vira Safitri (1) Voltaire (1) Winna Efendi (1) Yuni Tisna (1)